Kebijakan Resmi Pemerintah: Pangkas Anggaran, Jaga Fokus
Sebelumnya, Pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, memerintahkan efisiensi belanja di berbagai sektor kementerian dan lembaga.
Langkah ini merupakan respons atas ketidakpastian ekonomi global sekaligus upaya menjaga keseimbangan fiskal. Pemerintah memutuskan untuk memangkas beberapa pos besar dalam skema transfer ke daerah, termasuk Dana Bagi Hasil (Rp13,9 triliun), Dana Alokasi Umum (Rp15,6 triliun), hingga Dana Desa (Rp2 triliun).
Pemerintah juga menugaskan Menteri Keuangan untuk memblokir anggaran di DIPA dan menyesuaikannya sesuai arahan efisiensi. Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri diberi mandat untuk mengawasi pelaksanaan efisiensi oleh pemerintah daerah.
Arahkan Efisiensi ke Sektor Produktif
Mardigu menyambut baik semangat efisiensi pemerintah, namun menekankan pentingnya arah kebijakan yang lebih strategis. Ia menilai bahwa efisiensi akan benar-benar berdampak jika diarahkan ke sektor produktif seperti pertanian, industri kecil, dan UMKM—bukan sekadar untuk program sosial yang tidak menyentuh akar perputaran ekonomi.
“Kalau hasil efisiensi anggaran benar-benar sampai ke petani, pengusaha kecil, dan pelaku ekonomi dasar, maka kita akan melihat dampak nyata dalam waktu dekat. Tapi kalau tetap dibagi ke ormas dan struktur politik, ini tidak akan mengubah apa-apa,” ujarnya.
Menurutnya, efisiensi anggaran harus menjadi bagian dari reformasi ekonomi dan politik secara menyeluruh. Tanpa penataan ulang sistem distribusi anggaran, Indonesia akan terus terjebak dalam siklus inefisiensi yang berulang setiap tahun anggaran.
Menjaga Kepercayaan dan Stabilitas
Efisiensi anggaran bukan hanya soal angka, tetapi soal kepercayaan. Ketika publik melihat bahwa pajak yang mereka bayarkan dikelola secara bijak dan bermanfaat, maka kepercayaan terhadap pemerintah akan tumbuh. Hal ini menjadi fondasi penting bagi stabilitas ekonomi nasional.
Pemerintah telah menunjukkan komitmennya melalui kebijakan pemangkasan anggaran yang berani. Namun suara seperti Mardigu menjadi pengingat bahwa efisiensi bukan tujuan akhir, melainkan alat untuk menciptakan tata kelola ekonomi yang sehat, adil, dan berdampak nyata. Di tengah tantangan global, ketepatan arah dalam mengelola anggaran menjadi penentu apakah Indonesia bisa bertahan—atau bahkan tumbuh—lebih kuat dari sebelumnya.