Harga Gabungan (IHSG) kembali mengalami tekanan pada perdagangan Selasa, 11 Februari , dengan turun sebesar 116,15 poin (-1,75%) ke level 6.531,99.

Ini menandai pelemahan IHSG selama empat hari berturut-turut dengan penurunan lebih dari 1% per hari, mencerminkan fenomena volatility clustering yang sering terjadi di .

Beberapa menjadi pemberat utama pergerakan IHSG, termasuk BREN (-9,40%), (-4,92%), AMMN (-4,91%), BMRI (-2,40%), dan TPIA (-5,00%). Tekanan juga datang dari yang terkait dengan grup Parojogo Pangestu, yang masih menghadapi tekanan jual di tengah sentimen yang lemah.


Selain faktor domestik, meningkatnya ketegangan perdagangan turut membebani . Pengumuman yang menaikkan tarif impor baja dan aluminium hingga 25% menambah tekanan bagi .

Kekhawatiran meningkat mengenai potensi tarif tambahan dan respons negara-negara lain yang dapat memperburuk dagang .

Selain itu, kuartal keempat juga turut memicu revisi negatif terhadap sejumlah emiten. ISAT misalnya, mencatatkan penurunan laba dan jumlah yang lebih buruk dari ekspektasi. Akibatnya, harga ISAT anjlok -13,36%, yang kemudian turut menyeret ke zona merah.


Tekanan jual asing juga berdampak pada , yang melemah 0,16% ke level IDR16.384 per Dolar . Namun, obligasi justru mencatat penguatan, dengan imbal hasil Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun turun 1 basis poin ke 6,83%, mencerminkan peningkatan permintaan atas aset berisiko rendah di tengah ketidakpastian .

Di tengah volatilitas yang tinggi dan ketidakpastian perdagangan , diversifikasi aset menjadi langkah penting bagi dalam mengelola risiko.

Dengan menyebar ke berbagai instrumen sesuai dengan risiko, dapat menjaga stabilitas dan mendapatkan hasil optimal dalam berbagai kondisi .

Meski tekanan masih berlanjut, disarankan untuk tetap disiplin dalam strategi jangka panjang dan tidak mengambil keputusan berdasarkan sentimen sesaat. Keseimbangan antara , obligasi, dan instrumen lainnya menjadi kunci dalam menghadapi fluktuasi yang tinggi.