JakartaInsideCom– Kuasa hukum Deolipa Yumara bersama sejumlah jurnalis infotainment mengonfirmasi bahwa kasus dugaan pengancaman terhadap klien mereka yang melibatkan seorang ajudan dari selebritas Atta Halilintar telah resmi dilimpahkan ke Polisi Militer Kodam Jaya (Pomdam Jaya).
Kasus ini bermula pada September 2024, ketika seorang yang diduga sebagai ajudan Atta Halilintar mengancam jurnalis yang tengah meliput di Jakarta Selatan. Laporan polisi pun diajukan pada bulan yang sama di Polres Metro Jakarta Selatan dengan nomor B2740.
Selama proses penyidikan, beberapa saksi telah dipanggil, termasuk Atta Halilintar sendiri. Dalam perkembangannya, terungkap bahwa terduga pelaku bernama Agung, yang merupakan anggota aktif TNI-AD, bertindak sebagai ajudan Atta Halilintar.
Dengan status pelaku sebagai anggota militer, Polres Metro Jakarta Selatan memutuskan untuk melimpahkan kasus ini ke Pomdam Jaya, sesuai ketentuan yang berlaku dalam hukum militer.
Pada 12 November 2024, kasus ini resmi diterima Pomdam Jaya untuk penanganan lebih lanjut. “Kami sampaikan bahwa kasus ini sekarang sudah ditangani oleh Pomdam Jaya. Penanganannya berpindah dari ranah kepolisian ke ranah militer karena terduga adalah anggota aktif TNI,” jelas Deolipa Yumara dalam konferensi pers.
Kasus ini semakin kompleks karena melibatkan dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Pers, yang seharusnya berada di bawah yurisdiksi hukum sipil.
Namun, karena pelaku adalah anggota militer, proses hukum harus dilakukan oleh Pomdam Jaya. “Meskipun ini kasus yang melibatkan Undang-Undang Pers, sebagai anggota militer, terduga akan tetap diproses melalui jalur hukum militer.
Namun, tidak menutup kemungkinan pengadilan militer berkoordinasi dengan pengadilan sipil untuk menerapkan ketentuan Undang-Undang Pers,” lanjut Deolipa.
Hingga saat ini, pihak Atta Halilintar maupun ajudannya belum memberikan pernyataan atau permintaan maaf kepada jurnalis yang merasa terancam. Kuasa hukum jurnalis berharap adanya permintaan maaf secara langsung untuk memulihkan dampak psikologis yang dialami pihak-pihak yang terlibat.
Kasus ini juga memunculkan pertanyaan mengenai legalitas seorang figur publik yang menggunakan anggota TNI aktif sebagai ajudan atau pengawal pribadi.
Kuasa hukum Deolipa Yumara menekankan ” perlunya peninjauan lebih lanjut terkait aspek legalitas tersebut, agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan jabatan, terutama dalam interaksi dengan jurnalis yang sedang bertugas” tambah Deolipa“.
Kasus ini terus bergulir dan diharapkan menjadi pelajaran bagi semua pihak dalam menghormati profesi jurnalis serta tidak menyalahgunakan wewenang demi kepentingan pribadi.