JakartaInsideCom– Pemerintah secara resmi menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Kebijakan ini menuai beragam respons dari masyarakat yang menganggap kenaikan ini terlalu dini dan dapat melemahkan daya beli, terutama di tengah pertumbuhan ekonomi yang melambat.
Kekhawatiran Masyarakat dan dampakny Banyak pihak menilai kenaikan PPN ini tidak sejalan dengan kenaikan upah pekerja.
Kenaikan PPN sebelumnya, dari 10 persen ke 11 persen pada tahun 2022, telah menimbulkan dampak pada konsumsi rumah tangga.
Kini, dengan kenaikan menjadi 12 persen, dikhawatirkan beban masyarakat semakin berat, terutama dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya mencapai 4,95 persen pada kuartal III-2024 (year-on-year).
Indonesia kini menjadi salah satu negara dengan tarif PPN tertinggi di ASEAN, sejajar dengan Filipina (12 persen).
Sementara negara–negara lain seperti Kamboja, Malaysia, Laos, dan Vietnam menetapkan PPN sebesar 10 persen, Singapura 9 persen, Thailand 7 persen, Myanmar 5 persen, dan Brunei 0 persen.
Sorotan terhadap Gaji dan Tunjangan DJP
Kritik lain yang muncul adalah tingginya tunjangan kinerja pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2024, gaji pokok tertinggi pegawai DJP hanya mencapai Rp 6,3 juta, namun tunjangan kinerja dapat mencapai ratusan juta rupiah.
Rincian Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) di DJP:
Pejabat Struktural Eselon II ke Bawah:
Peringkat Jabatan 4: Rp 5.361.800
Peringkat Jabatan 9: Rp 9.768.412 – Rp 13.320.562
Peringkat Jabatan 19: Rp 46.478.000
Pejabat Struktural Eselon II:
Peringkat Jabatan 20: Rp 56.780.000
Peringkat Jabatan 23: Rp 81.940.000
Pejabat Struktural Eselon I:
Peringkat Jabatan 24: Rp 84.604.000
Peringkat Jabatan 27: Rp 117.375.000
Kebijakan ini menciptakan perdebatan tentang keadilan dalam pengelolaan pajak, terutama terkait dengan manfaat yang dirasakan masyarakat dibandingkan dengan beban fiskal yang mereka tanggung.
Pemerintah menghadapi tantangan untuk memastikan kebijakan ini tidak memperparah ketimpangan ekonomi dan mampu menjaga daya beli masyarakat.
Ke depan, diperlukan upaya untuk meningkatkan efisiensi alokasi anggaran dan memperbaiki komunikasi kebijakan agar masyarakat dapat menerima perubahan ini dengan lebih baik.