JakartaInsideCom – Masyarakat Pengguna Pertamax Indonesia (MPPI) resmi mengajukan gugatan class action terhadap PT Pertamina terkait dugaan penjualan Pertamax (RON 92) oplosan yang dicampur dengan Pertalite (RON 90) selama periode 2018-2023. Gugatan ini menuntut ganti rugi sebesar Rp 303,98 triliun atas dugaan praktik bisnis ilegal yang merugikan konsumen.
Koordinator MPPI, Arief Poyuono, menyatakan bahwa Pertamina melalui anak perusahaannya, Patra Niaga, diduga telah mencampur Pertalite dengan Pertamax dan tetap menjualnya sebagai Pertamax asli kepada konsumen.
> “Kerugian yang dialami MPPI bukan hanya dari selisih harga yang dibayarkan, tetapi juga akibat kerusakan mesin kendaraan roda empat yang seharusnya menggunakan Pertamax asli,” ujar Arief dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (27/2).
Arief menjelaskan bahwa penggunaan bahan bakar dengan RON lebih rendah dari yang direkomendasikan pabrikan dapat menyebabkan knocking (mesin ngelitik) atau detonasi dini, yang dalam jangka panjang dapat merusak komponen mesin.
Pernyataan Arief diperkuat oleh Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, yang sebelumnya mengingatkan bahwa pencampuran Pertalite (RON 90) dan Pertamax (RON 92) dapat menimbulkan efek buruk pada kendaraan.
Selain itu, dugaan pengoplosan ini juga telah menjadi temuan Kejaksaan Agung. Berdasarkan penyelidikan, praktik pencampuran Pertalite dengan Pertamax terjadi dalam rentang 2018 hingga 2023, dan Pertamina Patra Niaga tetap melakukan pembayaran seolah-olah menjual Pertamax asli.
Gugatan ini diajukan atas dasar Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, serta mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.
> “Perbuatan Pertamina dan Patra Niaga jelas melanggar hak konsumen. Oleh karena itu, MPPI menggugat melalui mekanisme class action sebagai bentuk perjuangan atas hak-hak konsumen yang dirugikan,” tegas Arief.
MPPI menghitung total kerugian dari selisih harga Pertamax dan Pertalite yang telah dibayarkan selama lima tahun berdasarkan konsumsi harian 21.713 kiloliter (KL).
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pertamina terkait gugatan ini. Namun, kasus ini berpotensi menjadi salah satu gugatan konsumen terbesar di Indonesia dan dapat berdampak luas terhadap industri bahan bakar nasional.
Konsumen Gugat Pertamina Rp 303,98 Triliun dalam Kasus Pertamax Oplosan
