JakartaInsideCom–Ketegangan antara Serikat dan kembali memuncak. Kali ini bukan hanya tarif perdagangan, tetapi juga menyangkut dominasi depan seperti kecerdasan buatan () dan komputer kuantum.

Pemerintah AS, melalui Departemen Perdagangan di bawah , secara resmi melarang menjual produk dan layanan mereka ke puluhan asal .

Sebanyak 80 entitas baru masuk ke dalam daftar hitam atau entity list, dengan 50 di antaranya berasal dari .

Langkah ini diambil dengan dalih menjaga dan membatasi akses terhadap canggih seperti chip semikonduktor, , serta superkomputer yang berpotensi digunakan untuk keperluan .

Beberapa dalam daftar tersebut diketahui memiliki keterkaitan dengan raksasa Huawei dan HiSilicon.

“Penambahan ini merupakan upaya untuk memperluas pengawasan, khususnya terhadap pihak ketiga dan jalur transit ,” ujar Alex Capri, analis perdagangan dan , dikutip CNBC, Jum’at (11/4/2025).

Namun persoalan tak berhenti di sana. Ketegangan semakin tajam sejak 2 2025, ketika Trump mengumumkan kebijakan tarif resiprokal.

Hampir seluruh barang impor yang masuk ke AS kini dikenai tarif dasar tambahan sebesar 10 persen, dan tarif khusus sebesar 34 persen dikenakan pada dengan defisit perdagangan tinggi—termasuk .

Sebagai respons, Pemerintah pada 4 2025 menerapkan tarif balasan sebesar 34 persen terhadap produk asal AS.

Pemerintah Negeri Tirai Bambu menyatakan kebijakan tersebut berdasarkan hukum tarif, kepabeanan, dan prinsip perdagangan internasional.

Tidak tinggal diam, AS kembali menaikkan tarifnya menjadi 50 persen pada 8 , disusul ancaman Trump untuk memberlakukan tarif 125 persen jika tidak segera mencabut balasannya.

Hasilnya, kembali menaikkan tarif menjadi 84 persen, hingga akhirnya Trump benar-benar menaikkan bea masuk terhadap barang asal menjadi 125 persen per 9 2025.

“Berdasarkan kurangnya rasa hormat terhadap , saya menaikkan tarif AS terhadap menjadi 125 persen, efektif segera,” tegas Trump lewat Truth Social.

pun mendesak AS agar segera mencabut semua kebijakan tarif sepihak, dan menyerukan penyelesaian perselisihan melalui dialog yang setara dan saling .

Dengan kondisi ini, kini menyaksikan babak baru dari perang dagang antara dua raksasa ekonomi .

Tak hanya berdampak pada perdagangan internasional, eskalasi ini juga berpotensi mengubah peta kekuatan dalam jangka panjang.