JakartaInside.Com–Staf Khusus (Stafsus) Pertahanan, Deodatus Andreas Deddy Cahyadi Sundjojo atau yang lebih dikenal dengan nama Deddy Corbuzier, menjadi sorotan publik usai menyampaikan pernyataan mengenai aksi Koalisi Sipil Reformasi Sektor .

Dalam unggahan video di Instagram resmi @dc.kemhan pada Senin, 17 Maret 2025, Deddy menyebut bahwa aksi yang dilakukan oleh koalisi tersebut, yang mendatangi rapat Panitia (Panja) Revisi Undang-Undang Nasional Indonesia (UU ), merupakan tindakan ilegal.

“Sekali lagi kami ingatkan, mengganggu jalannya rapat yang berlangsung secara konstitusional dan resmi, yang mengarah kepada , bukanlah sebuah kritik yang , melainkan tindakan ilegal dan melanggar sehingga tidak boleh lagi terulang di masa mendatang,” ujar Deddy.

Pernyataan tersebut memicu respons negatif dari sejumlah warganet. Banyak yang menilai Deddy tidak lagi bersikap kritis seperti sebelumnya, sebelum dirinya menjabat sebagai Staf Khusus di Kementerian Pertahanan. Beberapa komentar di media bahkan menyebut bahwa Deddy kini cenderung membela , meskipun kebijakan yang diambil dinilai merugikan sipil.

Netizen Kritik Pernyataan Deddy Corbuzier

Unggahan video tersebut langsung menuai beragam tanggapan dari warganet di kolom komentar Instagram Deddy. Salah satunya datang dari @bagu_dwi_m yang menyatakan bahwa rapat Panja yang dilakukan secara tertutup justru merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip demokrasi.

lucu, rapat tertutup ‘diganggu’. Hellloooooo, itu rapat tertutup saja sudah mengganggu demokrasi,” tulis tersebut.

Kritik lain menyebut bahwa Deddy kini seperti “tersandera” oleh posisinya di . Dulu dikenal sebagai figur publik yang kerap menyuarakan kritik, kini ia dinilai lebih sering mendukung langkah tanpa mempertimbangkan kepentingan luas.

“Sekarang seorang Deddy Corbuzier tersandera, disuruh terus menyokong sejak masuk ke dalam . Dulu, soal beginian dia sangat kritis,” tulis @timviwer8.

Ada pula komentar bernada sindiran yang mengatakan, “Ingat, Om Ded lagi nyapu halaman ya, guys,” ujar @bayu_kencana92.

Ilegal Bagi Rakyat? Netizen Menilai Istilah Itu Tidak Pantas

Sebagian besar warganet menyayangkan penggunaan istilah “ilegal” untuk menggambarkan aksi yang dilakukan sipil. Mereka menilai bahwa rakyat memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, termasuk menyampaikan kritik secara langsung terhadap proses legislasi yang dinilai tidak transparan.

“Orang yang tidak dikenal itu bernama rakyat, yang memiliki hak untuk menyuarakan pendapat mereka tanpa diintervensi. Itu yang harus didengar,” tulis @saidmaybee.

Memicu Gelombang Penolakan

Wacana revisi Undang-Undang Nasional Indonesia (UU ) saat ini menjadi sorotan berbagai pihak. Revisi tersebut dikritik karena dinilai membuka kembali peluang bagi kembalinya praktik dwifungsi ABRI, yakni peran ganda yang tidak hanya bertugas di bidang pertahanan, tetapi juga menduduki jabatan-jabatan sipil.

, akademisi, hingga berbagai elemen sipil telah menyuarakan penolakan mereka terhadap revisi ini. Mereka khawatir akan menghambat semangat reformasi yang selama ini bertujuan mengembalikan supremasi sipil atas , serta membatasi keterlibatan di luar tugas pokoknya sebagai pertahanan negara.

Gelombang menolak telah terjadi di berbagai , diikuti dengan maraknya kritik di berbagai platform media .

Sindiran Tajam dari Kementerian Kegelapan

Salah satu kritik yang mencuri perhatian datang dari X (dulu ) bernama @kemgelapan, yang secara tajam menyindir keterlibatan dalam jabatan-jabatan sipil.

“Sipilnya suka main tentara-tentaraan, tentaranya suka main-main sama jabatan sipil. Kegelapan paripurna,” tulis tersebut, Senin (17/3)

Unggahan tersebut menjadi viral dan telah di-retweet lebih dari 6.000 kali, serta dilihat lebih dari 244.000 pengguna X hingga berita ini diturunkan.

Polemik ini tampaknya belum akan mereda dalam waktu dekat. Kritik dan penolakan dari sipil terus menguat, sementara tetap melanjutkan pembahasan revisi tersebut melalui Panitia di DPR. Publik menantikan apakah aspirasi rakyat akan diakomodasi, atau justru diabaikan dalam terkait undang-undang yang krusial ini.