JakartaInsideCom – Polemik sistem royalti musik di Indonesia kembali mencuat. Para pencipta lagu menyoroti ketidakadilan dalam pembagian royalti, di mana mereka merasa tidak mendapat hak yang layak atas karya yang telah mereka ciptakan.
Masalah ini semakin menjadi sorotan setelah beberapa musisi mengungkapkan kondisi sulit yang mereka alami meskipun lagu–lagu mereka sering dinyanyikan dan diputar di berbagai platform.
Dalam sebuah diskusi terbuka, musisi seperti Lobow, Ressa Herlambang, dan Takeda mengungkapkan keresahan mereka terhadap sistem yang dinilai belum sepenuhnya transparan.
Mereka menilai bahwa pencipta lagu seharusnya mendapatkan hak yang lebih adil, mengingat tanpa mereka, tidak akan ada lagu yang bisa dibawakan oleh penyanyi.
Sistem royalti musik di Indonesia selama ini dikelola oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan royalti kepada pemilik hak cipta. Namun, banyak musisi dan pencipta lagu yang mengaku tidak pernah menerima royalti yang sesuai atau bahkan tidak tahu bagaimana sistem pembagiannya.
“Saya punya lagu yang sering dinyanyikan di berbagai acara dan diputar di radio, tapi royalti yang saya terima sangat minim, bahkan nyaris tidak ada,” ujar Lobow.
Takeda, yang juga seorang pencipta lagu, mengungkapkan bahwa banyak rekan-rekannya harus bertahan hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit karena ketidakjelasan sistem ini.
“Di luar negeri, pencipta lagu bisa hidup nyaman dari royalti. Tapi di sini, banyak dari kami yang masih harus mencari pekerjaan lain untuk bertahan hidup,” katanya.
Salah satu isu utama yang disoroti dalam diskusi ini adalah ketimpangan dalam pembagian keuntungan antara penyanyi dan pencipta lagu. Saat ini, penyanyi sering kali mendapatkan bayaran tinggi dari konser dan endorsement, sementara pencipta lagu hanya bergantung pada royalti yang tidak jelas jumlahnya.
“Tanpa pencipta lagu, tidak ada lagu yang bisa dinyanyikan. Tapi justru kami yang sering dilupakan,” ujar Ressa Herlambang.
Para musisi menilai bahwa banyak penyanyi dan penyelenggara acara yang belum memahami kewajiban mereka dalam membayar royalti kepada pencipta lagu. Ini menyebabkan banyak pencipta lagu yang tidak mendapatkan hak mereka secara adil.
Dalam diskusi ini, para musisi dan pencipta lagu mengajukan beberapa tuntutan kepada pemerintah dan lembaga terkait, di antaranya:
1. Transparansi dalam sistem royalti, agar pencipta lagu dapat mengetahui secara jelas berapa pendapatan yang mereka peroleh dari setiap pemutaran atau penggunaan lagu mereka.
2. Satu badan resmi yang lebih kompeten, yang mengelola dan mendistribusikan royalti secara adil kepada pencipta lagu, penyanyi, dan pemilik hak cipta lainnya.
3. Regulasi yang lebih ketat, untuk memastikan setiap penggunaan lagu memiliki perizinan yang jelas dan pencipta lagu mendapatkan haknya.
“Kami berharap pemerintah dan pihak terkait bisa turun tangan untuk membenahi sistem ini. Kalau tidak, industri musik Indonesia akan terus menghadapi masalah yang sama dan merugikan banyak pihak,” kata Takeda.
Dengan semakin banyaknya musisi yang bersuara, diharapkan ada perubahan signifikan dalam sistem royalti musik di Indonesia. Jika tidak segera dibenahi, polemik ini dikhawatirkan akan terus berlanjut dan berdampak pada keberlangsungan industri musik Tanah Air.
Sistem Royalti Musik di Indonesia Dikritik: Pencipta Lagu Teriak Keadilan
