JakartaInside.Com – Dosen Komunikasi Politik Universitas Indonesia, Chusnul Mar’iyah, Ph.D., meyakini jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang murni berpotensi tidak netral dalam Pemilu 2024 karena mencari keuntungan jumlahnya tidak banyak hanya 1-2 persen saja.
“Yang banyak itu yang menjadi korban mobilisasi para penguasa di instansi masing-masing,” kata Chusnul dalam acara Menara Perubahan Talks, Kantor KBPII, Jakarta, Rabu (22/11) siang.
Para penguasa itu, sebut Chusnul, bisa menteri, gubernur, walikota atau siapapun yang memiliki kewenangan mengatur jabatan dan penggunaan anggaran di masing-masing kantor pemerintahan.
Demikian juga dengan TNI, Polri, dan BIN, mantan komisioner KPU itu menjelaskan besarnya kemungkinan melakukan abuse of power karena mereka memiliki senjata.
Bahkan, tegas Chusnul, Polri memiliki regulasi yang memungkinkannya melakukan tindakan dengan berbalut hukum terhadap apapun yang dilakukannya.
Karena itu, menurut Chusnul Mar’iyah, berharap ASN, TNI, Polri dan aparat negara yang lain netral adalah sangat sulit sepanjang penguasanya tidak memiliki moral menjaga election integrity.
“Karena itu yang harusnya diawasi bukan ASN tetapi penguasanya,” tutur Chusnul.
Ia menunjuk contoh abuse of power di Mahkamah Konstitusi. Menurutnya Ketua MK waktu itu (Anwar Usman) harusnya mundur begitu menikahi adik perempuan Presiden Jokowi agar tidak terjadi Conflict of Interest yang menyeret nama lembaga yang dipimpinnya.
Kawal Pemilu
Menanggapi persoalan yang dikemukakan Chusnul Mar’iyah itu, Ketua Umum Menara Perubahan As’ad Nugroho berjanji akan mengerahkan sebanyak-banyaknya relawan demi menjaga agar Pemilu 2024, baik Pilpres maupin Pileg berjalan dengan transparan, jujur, dan adil.
“Kami akan coba mengawal dengan menerjunkan relawan–relawan yang akan menjadi saksi agar Pemilu berlangsung jujur, adil, dan transparan,” ungkap As’ad.
Ia menyayangkan banyak yang kelepasan dalam proses penyelenggaraan Pemilu sebagai bagian mewujudkan reformasi karena kurangnya edukasi terkait apa-apa yang mesti dikawal.
Namun demikian, As’ad menyebut masih ada waktu sekitar 3 bulanan untuk mewujudkan tujuan reformasi melalui penyenggaraan Pemilu 2024 yang jujur, adil dan transparan.***