JakartaInsideCom– Tim kuasa hukum dari Yunadi & Associates, yang diwakili oleh Dr. Fredrich Yunadi, S.H., LL.M., MBA, bersama tujuh advokat lainnya, secara resmi mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Komisi Yudisial Republik Indonesia. Laporan ini juga ditujukan kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Hakim oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Dalam pengaduan tersebut, tim hukum menyoroti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Ketua Majelis Hakim, Chitta Cahyaningtyas, SH, MH, beserta anggota majelis Abdul Ropik, SH, MH, dan Said Husein, SH, MH, serta Panitera Pengganti Anita Sihombing, SH, MH. Mereka juga menuding jajaran Direksi salah satu bank terlibat dalam persekongkolan yang melanggar asas litispendensi.
Dr. Fredrich Yunadi menyatakan bahwa pihaknya mewakili pemegang saham dari PT Waskita Beton Precast Tbk (WBPP) dalam sengketa dengan salah satu Bank daerah Sengketa tersebut terkait kasus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang telah diselesaikan melalui perdamaian, sebagaimana diatur dalam Akta Perdamaian No. 67.
“Kami datang ke Komisi Yudisial ini mewakili para pemegang saham dari Waskita, terkait sengketa dengan salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yaitu salah satu Bank Daerah. Sengketa ini melibatkan Waskita Beton Precast yang telah diajukan ke Pengadilan Niaga dalam proses PKPU dan diputus melalui perdamaian,” ujar Fredrich.
Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim Yunadi & Associates merujuk pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang diatur dalam keputusan bersama No. 047/KMA/SKB/IV/2009 dan No. 02/SKB/P.KY/IV/2009. Beberapa pasal yang diduga dilanggar antara lain Pasal 1.5, 1.7, 1.9, dan Pasal 10.4. Fredrich menuduh para hakim telah terang-terangan melanggar asas litispendensi, di mana suatu perkara tidak boleh diperiksa oleh dua badan hukum berbeda.
“Pengadilan negeri tidak memiliki wewenang untuk membatalkan keputusan pengadilan niaga. Ini sesuatu yang sangat tidak dibenarkan,” tambahnya.
Fredrich juga mencurigai adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus ini, yang menurutnya merupakan tugas Komisi Yudisial untuk menyelidiki.
Kerugian Materiil dan Imateriil kasus ini berdampak pada kerugian besar bagi klien mereka. Fredrich mengungkapkan bahwa kliennya, yang merupakan kreditor konkuren dalam kasus PKPU, mengalami kerugian materiil sebesar Rp24,02 miliar dan kerugian inmateriil sebesar Rp18,17 miliar. Klien lainnya menderita kerugian sebesar Rp20 miliar dalam bentuk materiil dan Rp17,1 miliar dalam bentuk kerugian inmateriil.
Selain itu, PT Waskita Beton Precast Tbk juga mengalami penurunan nilai pasar yang signifikan, dengan potensi kerugian negara hingga Rp1,5 triliun.
Fredrich berharap agar hakim–hakim yang terlibat diberi sanksi yang tegas, bahkan sampai dipecat.
“Saya mengharapkan setidak-tidaknya para hakim ini dipecat. Selain itu, ada juga komunikasi yang mencurigakan antara panitera dengan tergugat dan penggugat. Itu kan aneh.”
Fredrich menegaskan bahwa langkah lebih lanjut akan diserahkan kepada Komisi Yudisial dan Bawas Mahkamah Agung untuk menyelidiki dugaan pelanggaran tersebut. “Kami sudah melaporkan hal ini ke berbagai instansi terkait, termasuk BPK, KPK, dan DPR. Kami berharap kasus ini bisa ditindaklanjuti dengan adil,” tutup Fredrich.