– Tim kuasa dari Yunadi & Associates, yang diwakili oleh Dr. Fredrich Yunadi, S.H., LL.M., MBA, bersama tujuh advokat lainnya, secara resmi mengajukan permohonan perlindungan kepada Komisi Yudisial Republik Indonesia. ini juga ditujukan kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Ketua Pengadilan Tinggi DKI terkait dugaan pelanggaran Kode Etik oleh majelis Pengadilan Negeri Timur.

Dr. Fredrich Yunadi, S.H., LL.M., MBA, bersama tujuh advokat lainnya, secara resmi mengajukan permohonan perlindungan kepada Komisi Yudisial Republik Indonesia,,Kamis (17/10). ( photo: rangga/ JakartaInsideaCom).

Dalam pengaduan tersebut, tim menyoroti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Ketua Majelis , Chitta Cahyaningtyas, SH, MH, beserta anggota majelis Abdul Ropik, SH, MH, dan Said Husein, SH, MH, serta Panitera Pengganti Anita Sihombing, SH, MH. Mereka juga menuding jajaran Direksi salah satu bank terlibat dalam persekongkolan yang melanggar asas litispendensi.

Dr. Fredrich Yunadi menyatakan bahwa pihaknya mewakili pemegang dari PT Beton Precast Tbk (WBPP) dalam dengan salah satu Bank tersebut terkait Penundaan Utang (PKPU) yang telah diselesaikan melalui , sebagaimana diatur dalam Akta No. 67.

“Kami datang ke Komisi Yudisial ini mewakili para pemegang dari , terkait dengan salah satu Badan Usaha Milik (BUMD), yaitu salah satu Bank . ini melibatkan Beton Precast yang telah diajukan ke Pengadilan Niaga dalam proses PKPU dan diputus melalui ,” ujar Fredrich.

Dugaan Pelanggaran Kode Etik Yunadi & Associates merujuk pada Kode Etik dan Pedoman yang diatur dalam keputusan bersama No. 047/KMA/SKB/IV/2009 dan No. 02/SKB/P.KY/IV/2009. Beberapa yang diduga dilanggar antara lain 1.5, 1.7, 1.9, dan 10.4. Fredrich menuduh para telah terang-terangan melanggar asas litispendensi, di mana suatu perkara tidak boleh diperiksa oleh dua badan berbeda.

“Pengadilan negeri tidak memiliki wewenang untuk membatalkan keputusan pengadilan niaga. Ini sesuatu yang sangat tidak dibenarkan,” tambahnya.

Fredrich juga mencurigai adanya keterlibatan pihak lain dalam ini, yang menurutnya merupakan tugas Komisi Yudisial untuk menyelidiki.

Kerugian Materiil dan Imateriil ini berdampak pada kerugian besar bagi klien mereka. Fredrich mengungkapkan bahwa kliennya, yang merupakan kreditor konkuren dalam PKPU, mengalami kerugian materiil sebesar Rp24,02 miliar dan kerugian inmateriil sebesar Rp18,17 miliar. Klien lainnya menderita kerugian sebesar Rp20 miliar dalam bentuk materiil dan Rp17,1 miliar dalam bentuk kerugian inmateriil.

Selain itu, PT Beton Precast Tbk juga mengalami penurunan nilai pasar yang signifikan, dengan potensi kerugian hingga Rp1,5 triliun.

Fredrich berharap agar yang terlibat diberi sanksi yang tegas, bahkan sampai dipecat.

“Saya mengharapkan setidak-tidaknya para ini dipecat. Selain itu, ada juga yang mencurigakan antara panitera dengan tergugat dan penggugat. Itu kan aneh.”

Fredrich menegaskan bahwa langkah lebih lanjut akan diserahkan kepada Komisi Yudisial dan Bawas Mahkamah Agung untuk menyelidiki dugaan pelanggaran tersebut. “Kami sudah melaporkan hal ini ke berbagai instansi terkait, termasuk BPK, , dan . Kami berharap ini bisa ditindaklanjuti dengan adil,” tutup Fredrich.