JakartaInsideCom – Rasio kompresi pada sebuah mesin 4 tak, sangatlah penting. Karena dengan mengetahui rasio kompresi maka akan dengan mudah menentukan bahan bakar yang akan digunakan pada suatu mesin.
Pada artikel ini, kita akan bahas cara apa itu rasio kompresi, rasio kompresi dinamis dan statis, cara menghitung rasio kompresi statis, apa saja bahan bakar yang sesuai dengan berbagai rasio kompresi yang ada pada suatu mesin dan perbedaan oktan bensin pada mesin dengan induksi paksa (supercharger, turbocharger dan nitrous oxide system) dengan naturally aspirated.
Apa itu Rasio Kompresi?
Rasio kompresi adalah perbandingan volume di dalam mesin pada saat piston berada di titik mati bawah (TMB) dengan saat piston berada pada titik mati atas (TMA).
Pada mesin naturally aspirated, semakin tinggi rasio kompresi umumnya diwajibkan untuk memakai bensin dengan oktan tinggi. Bahkan apabila sebuah mesin mempunyai rasio kompresi terlalu tinggi, maka mesin tersebut memakai bahan bakar yang bisa terbakar sendiri tanpa busi seperti mesin diesel yang mempunyai rasio kompresi 17:1 hingga 25:1.
Rasio Kompresi Statis dan Rasio Kompresi Dinamis
Ada 2 jenis rasio kompresi pada sebuah mesin. Yang pertama adalah rasio kompresi statis yang diukur berdasarkan perbandingan volume ruang bakar pada saat piston berada di Titik Mati Bawah (TMB) dengan saat piston berada pada Titik Mati Atas (TMA).
Sementara rasio kompresi dinamis diukur saat semua klep masuk ataupun klep buang tertutup di saat mesin sedang dalam posisi langkah kompresi.
Rasio kompresi dinamis memiliki angka yang lebih rendah dari pada rasio kompresi statis.
Cara Mengukur Rasio Kompresi Statis
Untuk menghitung rasio kompresi statis, pertama tama kita harus mengetahui dulu, isi volume 1 silinder pada sebuah mesin. Untuk mengetahuinya kita dapat melakukannya dengan cara mengukur diameter piston (bore) dan stroke atau langkah (seberapa panjang langkah piston saat berada di TMB menuju TMA).
Apabila mengukur secara manual maka harus menggunakan rumus menghitung volume 1 silinder ((3,14x (diameter piston/2) x (diameter piston/2) x langkah piston)/1000))
Untuk mengetahui berapa nilai diameter piston dan langkah suatu mesin dapat dilihat melalui brosur ataupun mengukur sendiri dengan sigmat.
Selain harus mengetahui volume 1 silinder pada sebuah mesin, kita juga harus mengetahui volume ruang bakar. Hal ini dapat dilakukan dengan memakai metode burret.
Berikut adalah rumus menghitung rasio kompresi statis pada suatu mesin.
= ((Volume 1 silinder + Volume Ruang Bakar)/ Volume ruang bakar)
Sebagai contoh, sebuah mesin dengan volume 1 silinder sebesar 124cc dengan volume ruang bakar sebesar 20cc, maka berapa rasio kompresi sebuah mesin tersebut?
= ((124cc+12cc)/ 12cc))
= 11,3
Maka rasio kompresi statis pada mesin tersebut adalah 11,3:1
Bahan Bakar yang Sesuai dengan Rasio Kompresi pada Suatu Mesin
Berikut adalah tabel bahan bakar yang sesuai dengan rasio kompresi pada suatu mesin.
Bahan Bakar | Rasio Kompresi |
Bensin oktan 88 | 7 – 9 : 1 |
Bensin oktan 90 | 9 – 10 : 1 |
Bensin oktan 92 | 10 – 11 : 1 |
Bensin oktan 95 | 11 – 12 : 1 |
Bensin oktan 98 | 12 – 13 : 1 |
Bensin oktan 102 | Lebih dari 13 : 1 |
Solar (Diesel) | 17 – 25 : 1 |
Perbedaan Oktan Bensin pada Mesin Forced Induction (Induksi Paksa) dengan Mesin Naturally Aspirated
Pada mesin yang memakai induksi paksa seperti turbocharger, supercharger ataupun nitrous oxide system. Umumnya memiliki rasio kompresi yang rendah. Tetapi bukan berarti mesin ini (apabila memakai bahan bakar bensin) bisa memakai bensin dengan oktan yang rendah.
Hal ini dikarenakan udara yang telah masuk ke ruang bakar pada mesin dengan induksi paksa sudah terkompresi dahulu oleh perangkat induksi paksa (turbocharger, supercharger ataupun Nitrous Oxide System).