JakartaInsideCom – Komite Rakyat Anti Mafia () menegaskan bahwa Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 bukan merupakan laut, melainkan bekas empang dan tambak .

Koordinator , Arifin Nur Cahyono, menyoroti perbedaan antara PIK 2 dengan di Pagar Laut, Kabupaten , yang ia sebut lebih berpotensi melibatkan mafia .

Dalam keterangannya kepada , Sabtu (8/2/), Arifin mengungkapkan bahwa di Pagar Laut mengalami peta secara tiba-tiba pada Juli 2022.


“Sebanyak 11 memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dengan total luas 72,571 hektar di area yang seharusnya berair. Peta ini dipindahkan ke laut tanpa dasar yang jelas,” ujarnya.

Tak hanya itu, Arifin juga mengungkap bahwa PT Cikarang Listrindo dan PT Mega Agung Nusantara memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dengan luas masing-masing 90,159 hektar dan 419,635 hektar yang diterbitkan antara tahun 2013 hingga 2017.

“Sebanyak 84 orang yang sebelumnya mendapatkan sertifikat melalui Sistematis Lengkap (PTSL) pada 2021 kini bingung karena mereka tiba-tiba berpindah ke laut,” tambahnya.

Arifin menekankan bahwa PIK 2 berbeda dengan Pagar Laut . Menurutnya, di PIK 2 berada di bekas empang dan tambak yang sudah lama dikelola oleh di Kohod dan sekitarnya di , .

“Pada awal 2000-an, pinggiran laut di Kohod masih berupa daratan yang digunakan sebagai garapan . Artinya, pagar laut di utara bukan merupakan laut alami, melainkan yang terendam air laut,” jelas Arifin.

Sebaliknya, ia menilai Pagar Laut di justru memperlihatkan indikasi permainan mafia tanah dan keterlibatan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ia pun mempertanyakan mengapa tokoh seperti Said Didu dan pihak lainnya tidak turut menyoroti ini.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/ BPN, Nusron Wahid, untuk bersikap adil dalam menanggapi permasalahan ini. Arifin menilai bahwa pencabutan SHGB PIK 2 lebih disebabkan oleh tekanan dibandingkan dengan pertimbangan dan peraturan yang berlaku.

“Pemerintah terkesan mengambil keputusan yang tidak adil terhadap PIK 2 karena tekanan dari tokoh-tokoh yang berseberangan dengan Subianto dan Jokowi. Padahal, jika melihat dari aspek dan sejarah , PIK 2 seharusnya tidak dipermasalahkan,” tegasnya.

Arifin pun berharap agar pemerintah dapat meninjau kembali keputusan terkait ini dan tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu.