JakartaInsideCom – Edi Hasibuan, Direktur Eksekutif Lemkapi, mengatakan dampak potensial dari revisi UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Edi berpendapat bahwa revisi UU Kejaksaan akan memperluas kewenangan Kejaksaan RI.
Menurutnya, penambahan kewenangan penyidikan kepada kejaksaan melalui asas dominus litis (pengendali perkara) dapat menyebabkan tumpang tindih kewenangan antara kepolisian dan kejaksaan, serta menciptakan ketidakseimbangan antara penegak hukum, seperti jaksa, polisi, dan hakim.
Ke depannya, kejaksaan tidak hanya akan bertindak sebagai penuntut tetapi juga akan melakukan penyelidikan dan penyidikan serta dengan mudah mengintervensi penyidikan oleh kepolisian. Jaksa juga akan memiliki kebebasan menentukan keabsahan penangkapan dan penyitaan yang sebelumnya merupakan kewenangan kehakiman.
“Diperlukan keseimbangan dalam hukum. Kita harus memahami bahwa asas dominus litis akan menempatkan jaksa sebagai pihak yang menentukan apakah suatu perkara layak dilanjutkan ke pengadilan atau dihentikan langsung,” katanya.
Oleh karena itu, ia menilai perlunya kajian mendalam dan menyeluruh terhadap revisi ini dan juga mekanisme check and balance (periksa dan timbang) untuk menghindari penerapan sewenang-wenang dan penyalahgunaan kewenangan.
Revisi UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 oleh DPR RI. Komisi III DPR RI menargetkan agar KUHAP yang baru dapat berlaku bersamaan dengan penerapan KUHP pada 1 Januari 2026. Langkah ini berdasarkan prinsip bahwa semangat politik hukum KUHAP harus selaras dengan semangat politik hukum yang terkandung dalam KUHP.