Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak akan terjadi pada Juni hingga Agustus. Menurut Plt. , Dwikorita Karnawati, awal musim kemarau di akan bervariasi. Beberapa akan mengalami kemarau lebih awal, sementara yang lain justru lebih lambat dari biasanya.

Deputi Bidang Klimatologi , Ardhasena Sopaheluwakan, menegaskan bahwa tahun ini kondisi tidak akan seekstrem 2023, yang kala itu terdampak fenomena El Niñ dan memicu banyak bencana kekeringan serta hutan. Meski begitu, wilayah-wilayah tertentu tetap harus waspada terhadap potensi lebih kering dari biasanya, seperti Sumatera bagian utara, Sulawesi tengah, dan bagian selatan.

pada Ketahanan dan

Salah satu sektor yang paling terdampak adalah pertanian. Para perlu menyesuaikan jadwal tanam serta mengadopsi sistem irigasi yang lebih efisien untuk menghindari risiko gagal panen. Selain itu, wilayah yang mengalami kemarau lebih basah juga perlu mengantisipasi yang tidak menentu agar produksi tetap stabil.

Di sektor , pengelolaan waduk dan menjadi kunci utama dalam menghadapi . harus mengoptimalkan distribusi agar ketersediaannya tetap terjaga, terutama di wilayah yang berisiko mengalami penurunan debit .

Selain itu, peningkatan suhu selama juga dapat berdampak pada sektor kesehatan dan . Peningkatan polusi dan debu diperkirakan akan menurunkan kualitas udara di besar. Oleh karena itu, meminta untuk lebih waspada terhadap kesehatan akibat cuaca kering yang berkepanjangan.

Antisipasi dan Kesiapan

menekankan bahwa setiap sektor harus meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi . perlu menghemat , sementara harus meningkatkan pengawasan terhadap potensi hutan dan lahan. Selain itu, sektor harus lebih efisien dalam menggunakan untuk operasional Pembangkit Listrik Tenaga (PLTA).

“Prediksi ini harus menjadi acuan bagi seluruh sektor untuk mengoptimalkan yang ada agar dampaknya bisa diminimalkan,” kata Dwikorita.