Kemacetan parah yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok beberapa waktu lalu sempat menyita perhatian publik. Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, menjelaskan bahwa kemacetan tersebut tidak terkait dengan kebijakan pembatasan kendaraan truk selama Lebaran 2025.
Penjelasan tersebut disampaikan usai rapat kerja dengan Komisi V DPR RI. Beliau juga menegaskan telah meninjau langsung lokasi kemacetan untuk memastikan penyebabnya.
Pembatasan Truk Bukan Penyebab Kemacetan
Menteri Perhubungan menekankan bahwa pembatasan kendaraan truk yang diberlakukan telah berakhir pada 8 April 2025, meskipun relaksasi sudah diberikan sejak 7 April. Kemacetan di Tanjung Priok baru terjadi pada 17 April 2025.
Selisih waktu yang cukup signifikan ini menunjukkan bahwa kedua peristiwa tersebut tidak berkaitan secara langsung. Peninjauan lapangan pun menguatkan kesimpulan tersebut.
Kemacetan Terpusat di Satu Terminal
Hasil peninjauan lapangan menunjukkan bahwa kemacetan tidak terjadi di seluruh terminal di Pelabuhan Tanjung Priok. Kemacetan terkonsentrasi di New Priok Container Terminal One (NPCT1).
Hal ini mengindikasikan adanya permasalahan spesifik di terminal tersebut, yang perlu ditangani secara terpisah dari kebijakan pembatasan kendaraan truk.
Pelanggaran Kapasitas Terminal dan Sanksi
Menurut Menteri Perhubungan, terdapat pelanggaran kapasitas operasional di NPCT1. Kapasitas normal terminal seharusnya berada di angka 65%, namun pada saat kejadian, kapasitas jauh melebihi angka tersebut.
Pihak Kementerian Perhubungan menyerahkan penanganan sanksi atas pelanggaran kapasitas tersebut kepada PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) selaku induk perusahaan. Harapannya, kejadian serupa tidak terulang lagi di masa mendatang.
Pelindo diminta untuk memastikan agar tidak terjadi pemaksaan operasional melebihi kapasitas. Hal ini bertujuan untuk mencegah penumpukan kendaraan pengangkut kontainer dan menghindari kemacetan berulang.
Langkah pencegahan yang lebih efektif juga diharapkan diterapkan guna memastikan kelancaran arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok. Koordinasi yang lebih baik antara Pelindo dan instansi terkait menjadi kunci utama.
Selain itu, evaluasi menyeluruh atas sistem operasional di Pelabuhan Tanjung Priok perlu dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengatasi potensi masalah serupa di masa depan. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pelabuhan sangat penting untuk memastikan efisiensi dan mencegah kerugian ekonomi yang mungkin timbul akibat kemacetan.
Perbaikan infrastruktur pendukung juga perlu dipertimbangkan sebagai solusi jangka panjang. Investasi yang tepat sasaran akan meningkatkan kapasitas dan efisiensi operasional pelabuhan. Hal ini penting untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan perdagangan Indonesia.
Kesimpulannya, kemacetan di Tanjung Priok bukan disebabkan oleh kebijakan pembatasan kendaraan Lebaran 2025, melainkan karena pelanggaran kapasitas operasional di salah satu terminal. Perbaikan manajemen dan pengawasan operasional, serta investasi infrastruktur, menjadi kunci utama untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Koordinasi dan kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak terkait sangat penting untuk memastikan kelancaran arus barang dan mendukung perekonomian nasional.