JakartaInsideCom – Senin 17 Februari 2025 digelar Aksi demonstrasi bertajuk Indonesia Gelap berlangsung di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat. Demonstrasi ini diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dan mengajak mahasiswa, pemuda, serta masyarakat luas untuk turun ke jalan guna menyuarakan aspirasi mereka.
Aksi ini dijadwalkan berlangsung selama tiga hari, mulai Senin, 17 Februari hingga Rabu, 19 Februari 2025. Tidak hanya di Jakarta, demonstrasi juga digelar serentak di berbagai daerah di Indonesia dengan titik utama aksi berada di depan kantor DPRD masing-masing wilayah.
Aksi Indonesia Gelap bertujuan untuk menyampaikan lima tuntutan utama yang menyoroti kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat, terutama dalam aspek anggaran, pendidikan, dan kebijakan publik.
Di Jakarta, demonstrasi ini dipusatkan di kawasan Patung Kuda. Untuk menjaga ketertiban dan keamanan, pihak kepolisian telah mengerahkan sebanyak 1.623 personel gabungan. Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro, menegaskan bahwa personel yang bertugas tidak dibekali senjata api dan telah disiagakan di sekitar Bundaran Patung Kuda Monas hingga Istana Negara. Selain itu, kepolisian juga menyiapkan rekayasa lalu lintas yang bersifat situasional, tergantung pada eskalasi massa aksi.
Koordinator BEM SI, Herianto, menyatakan bahwa demonstrasi ini diikuti oleh lebih dari 5.000 peserta yang turun ke jalan di berbagai daerah secara serentak.
“Dari laporan konsolidasi kami kemarin ada 5 ribuan lebih akan turun. Hari ini kami menginstruksikan buat turun serentak di setiap daerah,” ujar Herianto.
Adapun lima tuntutan utama yang disuarakan dalam aksi ini adalah sebagai berikut:
- Mencabut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, yang dinilai menetapkan pemangkasan anggaran yang tidak berpihak kepada rakyat.
- Menghapus pasal dalam RUU Minerba, yang memungkinkan perguruan tinggi mengelola tambang guna menjaga independensi akademik.
- Menjamin pencairan tunjangan kinerja dosen dan tenaga kependidikan, tanpa hambatan birokrasi dan pemotongan yang merugikan.
- Melakukan evaluasi total terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG), serta mengeluarkannya dari anggaran pendidikan.
- Menghentikan kebijakan publik yang tidak berbasis riset ilmiah, serta tidak berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
Demonstrasi ini menjadi bentuk ekspresi mahasiswa dan masyarakat dalam menyuarakan aspirasi mereka terkait kebijakan yang dianggap tidak adil. Hingga kini, jalannya aksi masih berlangsung dengan pengamanan ketat dari pihak kepolisian.
Argumentasi Penolakan
Mencabut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025
Pemangkasan anggaran sebesar Rp306,69 triliun dinilai merugikan sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik. Misalnya, Kementerian PUPR mengalami pemotongan anggaran hingga 80%, yang berisiko menghentikan proyek infrastruktur strategis. BMKG juga melaporkan pemotongan anggaran sebesar 50%, yang mengancam kemampuan mitigasi bencana. Selain itu, mahasiswa menilai kebijakan ini “tidak transparan” dan mengorbankan kesejahteraan rakyat untuk mendanai program MBG yang belum terbukti efektif.
Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk optimalisasi anggaran, implementasinya kurang mempertimbangkan dampak sektoral. Pemangkasan drastis di lembaga seperti BMKG dan Kemendagri (57,46%) berisiko melemahkan fungsi pelayanan publik. Oleh karena itu, diperlukan kajian ulang dengan melibatkan pemangku kepentingan untuk memastikan keseimbangan antara efisiensi dan kualitas layanan.
Penghapusan Pasal RUU Minerba tentang Pengelolaan Tambang oleh Perguruan Tinggi
Mahasiswa menilai pasal ini mengancam independensi akademik, karena kampus berpotensi menjadi alat korporasi tambang. Keterlibatan perguruan tinggi dalam bisnis tambang juga berisiko memicu konflik kepentingan dalam penelitian serta eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan.
Menjamin pencairan tunjangan kinerja dosen dan tenaga kependidikan
Hambatan birokrasi dalam pencairan tunjangan kinerja (tukin) mengganggu kesejahteraan tenaga pendidik, yang berimbas pada penurunan motivasi dan kualitas pendidikan. Contohnya, Kementerian HAM menyatakan bahwa pemangkasan anggaran tidak memengaruhi operasional, tetapi tidak jelas apakah hal ini termasuk tunjangan bagi tenaga pendidik.
Melakukan evaluasi total terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG)
MBG dinilai mengambil porsi anggaran pendidikan yang sudah terbatas. Mahasiswa menuntut audit transparansi penggunaan dana MBG dan pemisahan alokasinya dari anggaran pendidikan. Sebagai contoh, anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dipangkas sebesar Rp7,27 triliun, yang kemungkinan akan berdampak pada program prioritas pendidikan.
Menghentikan kebijakan publik yang tidak berbasis riset ilmiah
Mahasiswa menilai banyak kebijakan, seperti Inpres No. 1/2025 dan revisi UU Minerba, dibuat secara terburu-buru tanpa kajian ilmiah yang matang. Sebagai contoh, pemangkasan anggaran BMKG berisiko melemahkan sistem peringatan dini bencana, yang berdampak pada keselamatan masyarakat. Pembuatan kebijakan harus melibatkan riset multidisiplin dan dialog publik. Misalnya, pemangkasan anggaran BMKG seharusnya didahului kajian risiko oleh pakar meteorologi. Tanpa pendekatan berbasis bukti, kebijakan yang diterapkan berpotensi kontraproduktif.