Pada tahun 1945, berada di ambang . Para pendiri bangsa, seperti Mohammad Yamin, Soepomo, dan , mengajukan berbagai rumusan dasar yang kemudian dikenal sebagai . Meskipun mereka memiliki pandangan yang berbeda, terdapat beberapa persamaan mendasar dalam mereka mengenai dasar .

Pertama, visi kebhinekaan. Para pendiri bangsa sepakat bahwa harus menjadi yang menghargai , , dan suku. Mereka menyadari bahwa terdiri dari berbagai kelompok etnis dan , sehingga penting untuk menciptakan dasar yang inklusif dan menghormati perbedaan.

Kedua, semangat dan . Mohammad Yamin, Soepomo, dan semuanya menekankan pentingnya dan bangsa. Mereka percaya bahwa hanya dengan bersatu, dapat mencapai dan kemakmuran. Semangat ini tercermin dalam sila pertama , yaitu Yang Maha Esa, yang mengakui keberadaan Tuhan tanpa memaksakan satu tertentu.

Ketiga, prinsip keadilan sosial. Para pendiri bangsa menginginkan yang adil dan sejahtera bagi seluruh rakyat . Mereka menekankan pentingnya keadilan sosial dalam berbagai , termasuk , , dan . Prinsip ini tercermin dalam sila kelima , yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat .

Keempat, keyakinan pada . Meskipun mereka memiliki latar belakang yang berbeda, para pendiri bangsa sepakat bahwa nilai-nilai harus menjadi dasar moral dan etika . Mereka percaya bahwa dengan mengakui keberadaan Tuhan, dapat menjamin keadilan dan kebenaran dalam setiap yang diambil.

Dengan demikian, persamaan pemikiran para pendiri dasar terletak pada visi kebhinekaan, semangat dan , prinsip keadilan sosial, dan keyakinan pada . Pemikiran-pemikiran ini kemudian dirumuskan dalam , yang menjadi dasar hingga saat ini.