JakartaInsideCom— Kasus pembobolan Bank BNI oleh PT MTH Corp yang diduga merugikan negara hingga Rp 600 miliar kini menjadi sorotan publik. Dugaan penyimpangan ini mencuat setelah terungkap adanya kerja sama bisnis antara KoinWorks dan PT MTH Corp pada tahun 2021.
Ketua Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI), Arifin Nur Cahyono, mengungkapkan bahwa PT MTH Corp, yang dimiliki oleh Michael Timothy, mendapatkan kucuran dana melalui skema pinjaman Peer-to-Peer (P2P) Lending sebesar Rp 330 miliar dari KoinWorks dengan melampirkan 279 data pribadi atau KTP.
Selain itu, terdapat pinjaman bilateral senilai Rp 35 miliar, sehingga total pinjaman mencapai Rp 365 miliar.
Kredit Jumbo dari Bank BNI
Arifin menyebutkan bahwa Bank BNI juga mengucurkan kredit jumbo senilai Rp 600 miliar kepada PT MTH Corp tanpa mematuhi prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik.
“PT MTH Corp bukan debitur yang layak menerima kredit jumbo. Meski Bank BNI mengklaim kredit ini dijamin oleh agunan yang memadai, analisis bisnisnya menunjukkan bahwa usaha PT MTH Corp tidak real dan tidak berkelanjutan,” kata Arifin kepada wartawan, Selasa (14/1).
Menurutnya, pinjaman ini berpotensi masuk dalam kategori kredit fraud, yang meliputi pemberian kredit fiktif atau agunan fiktif. Bahkan, kredit tersebut diduga merupakan pemindahan kredit dari Bank BCA, di mana sebelumnya PT MTH Corp sudah menjadi debitur dengan potensi kredit macet.
Kredit Macet dan Dugaan Kongkalikong
“Pengucuran kredit ini mengindikasikan adanya kongkalikong antara pihak PT MTH Corp dengan pemutus kredit di Bank BNI, karena untuk jumlah sebesar ini harus disetujui oleh Direktur Utama dan jajaran Komisaris Bank BNI,” papar Arifin.
Fakta lain yang mencuat adalah bahwa pembayaran angsuran kredit oleh PT MTH Corp kepada Bank BNI bukan berasal dari usaha riil, melainkan dari pinjaman P2P KoinWorks. Akibatnya, kredit ini kini dinyatakan macet dan merugikan para pemegang saham Bank BNI serta negara.
Langkah KAKI untuk Mengusut Kasus
Arifin menegaskan, KAKI akan berkirim surat langsung kepada Presiden Prabowo Subianto terkait kasus ini, mengingat sejarah Bank BNI yang didirikan oleh kakek Presiden Prabowo.
“Kami akan melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa Direktur Utama, jajaran direksi, dan komisaris Bank BNI.
Selain itu, kami juga mendesak DPR RI untuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP) guna membahas kasus kredit jumbo yang diduga fiktif ini,” pungkasnya.
Dengan potensi kerugian yang besar dan dampaknya terhadap stabilitas keuangan negara, kasus ini menjadi ujian serius bagi lembaga penegak hukum dan pengawasan keuangan di Indonesia.
23 Februari 2025