Banyak orang menghadapi dilema: mengejar peluang yang lebih baik di luar negeri atau bertahan dengan keterbatasan di dalam negeri.

Tapi pertanyaannya, apakah bekerja di luar negeri berarti seseorang kehilangan ? Atau justru yang sempit telah membatasi kebebasan untuk berkembang?

Faktanya, banyak orang pindah bukan karena kehilangan pada , tetapi karena lain lebih menghargai mereka.

dalam negeri membatasi lapangan , menetapkan standar rekrutmen yang sering tidak masuk akal, dan mengabaikan peluang di beberapa sektor.

menjadi salah satu alasan terbesar— luar negeri membayar profesi tertentu dengan layak, sementara masih memberikan upah minim untuk yang sama.

Ironisnya, banyak orang justru mencap mereka yang pergi sebagai “tidak nasionalis.” Padahal, kalau lebih serius membuka peluang, menyediakan fasilitas, dan memberikan apresiasi yang layak, mereka mungkin tidak perlu pergi.

bukan bertahan di tempat, tapi kontribusi—di mana pun itu.

: , Lapangan , dan yang Berubah-ubah

Sulitnya mendapatkan di bukan cuma lapangan yang terbatas, tapi juga kualifikasi yang sering kali tidak masuk akal. Namun, ini lebih dalam dari sekadar rekrutmen—akar utamanya ada di yang masih jauh dari ideal.

di masih belum merata, dan lebih parahnya lagi, sistemnya terus berubah tanpa arah jelas.

Setiap kali berganti, mereka merombak dengan dalih menyesuaikan zaman. Padahal, perlu menyempurnakan yang sudah ada, bukan sekadar menggantinya.

Pergantian yang terlalu sering justru menunjukkan ketidakpastian dalam , yang pada akhirnya berdampak pada kesiapan tenaga .

Ketika yang tidak stabil ini bertemu dengan minimnya lapangan dan rendahnya apresiasi terhadap tenaga , banyak berbakat akhirnya memilih keluar negeri.

Ironisnya, alih-alih berbenah, justru lebih sering menyalahkan mereka yang pergi hingga ramai tagar .

: Luar Negeri dan Lemah: Menghambat Mobilitas