“Jadi, ibu-ibu. Untuk insentif Jumantik, Dasawisma, dan segala macam, itu nanti saya tambah dua kali lipat. Untuk RT/RW juga begitu. Jangan khawatir, kalau Insya Allah saya diberi amanah, nanti keinginan ibu-ibu langsung tercapai,” ucapnya dengan nada meyakinkan.
Di balik humor dan keakraban, peristiwa ini menyoroti pentingnya dialog langsung antara calon pemimpin dan masyarakat. Aspirasi sederhana dari kader Jumantik ini mencerminkan suara hati banyak warga yang menginginkan perhatian lebih pada layanan kesehatan dan kegiatan sosial di tingkat akar rumput.
Kampanye yang kerap bernuansa formal dan penuh retorika, kali ini berubah menjadi ajang komunikasi yang membumi.
Tawa dan canda menjadi medium untuk menyampaikan pesan serius, membuktikan bahwa suara rakyat, sekecil apa pun, bisa menjadi prioritas dalam perencanaan kebijakan publik.
Momen ini pun menuai apresiasi dari warga lain yang hadir, yang menilai bahwa Pramono tidak hanya mendengar, tetapi juga menunjukkan kepeduliannya terhadap kebutuhan masyarakat kecil. “Kami butuh pemimpin yang paham masalah warga, bukan hanya janji,” ujar salah satu warga yang ikut menyaksikan.
Dukungan yang tulus dari emak-emak Cipinang ini menjadi bukti bahwa hubungan emosional antara calon pemimpin dan rakyatnya bisa menjadi kunci untuk menciptakan kebijakan yang relevan dan tepat sasaran.