JakartaInsideCom– Kasus dugaan pemerasan yang melibatkan AKBP Bintoro dan rekan-rekannya terus menjadi sorotan publik. Masyarakat yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum dari aparat kepolisian justru menjadi korban tindakan yang mencoreng institusi Polri.
Tim kuasa hukum korban dalam kasus ini, “D. Hasidah s lipung,SH.,MH, dan Team menyesalkan perbuatan oknum kepolisian yang dinilai telah menyalahgunakan wewenang mereka.
“Masyarakat Indonesia menaruh kepercayaan pada institusi hukum untuk mencari keadilan. Namun, justru mereka yang seharusnya mengayomi malah melakukan tindakan yang merusak citra kepolisian,” ujar D. Hasidah s lipung,SH.,MH”.
Ia menambahkan bahwa kasus AKBP Bintoro hanyalah puncak dari gunung es. Praktik serupa diduga terjadi di berbagai wilayah, bukan hanya di Polres Jakarta Selatan.
“Sebagai praktisi hukum, kami banyak menemukan kasus di mana orang yang seharusnya tidak bersalah malah ditetapkan sebagai tersangka, sementara korban tidak mendapatkan hak hukumnya. Ujung-ujungnya, semua berakhir dengan kepentingan uang,” ungkap D. Hasidah s lipung”.
Dengan viralnya kasus ini, publik semakin menyadari adanya dugaan praktik pemerasan yang dilakukan oleh oknum kepolisian. D. Hasidah s lipung,SH.,MH, berharap Presiden Republik Indonesia dan Kapolri mengambil langkah serius untuk memulihkan citra Polri dan mengembalikan fungsinya sebagai pelindung masyarakat.
D. Hasidah s lipung,SH.,MH, juga menyoroti dugaan kriminalisasi terhadap individu yang tidak bersalah. Mereka menemukan beberapa kasus di mana tersangka ditetapkan tanpa bukti yang cukup.
“Kami sering mendapati penetapan tersangka yang tidak berdasarkan dua alat bukti yang sah, tetapi karena ada kepentingan tertentu, termasuk dugaan pemerasan. Ini praktik yang sangat disayangkan,” tambah D. Hasidah s lipung”.
Menurut mereka, perlu ada wadah pengaduan bagi masyarakat yang merasa menjadi korban tindakan semena-mena dari oknum kepolisian.
“Harus ada sistem yang cepat merespons pengaduan masyarakat. Bayangkan jika seseorang yang tidak bersalah ditahan dan merupakan tulang punggung keluarga dampaknya sangat besar,” katanya.
D. Hasidah s lipung,SH.,MH, juga menyoroti bagaimana sistem hukum seharusnya bisa menyelesaikan perkara tanpa ada unsur pemerasan.
“Hukum harus berjalan sesuai aturan, bukan berdasarkan uang. Kami menyesalkan jika ada kasus yang bisa ‘diselesaikan’ dengan membayar sejumlah uang. Ini merugikan korban dan merusak kredibilitas institusi,” ujarnya “.
Lebih lanjut lagi D. Hasidah s lipung, juga mengingatkan bahwa Polri adalah institusi yang dibiayai oleh negara dengan uang rakyat.
Jika oknum-oknum di dalamnya menyalahgunakan anggaran tersebut untuk melakukan kejahatan, maka itu bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
D. Hasidah s lipung, menegaskan bahwa sanksi etik saja tidak cukup bagi polisi yang terlibat dalam kasus pemerasan dan penyalahgunaan wewenang.
“Mereka telah menjadikan institusi yang dibiayai oleh rakyat untuk berbuat kejahatan. Oleh karena itu, wajib dan sah bagi mereka untuk dijatuhi hukuman berat sesuai ketentuan KUHP,” tegas D. Hasidah s lipung”.
Kasus AKBP Bintoro menjadi ujian besar bagi institusi Polri dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik. Masyarakat kini menunggu langkah konkret dari aparat penegak hukum untuk membersihkan institusi dari oknum-oknum yang merusaknya.
