JakartaInsideCom – Kementerian Pariwisata tengah mengkaji pergeseran tren wisata dari kuantitas ke kualitas untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor pariwisata.
“Sekarang kita dibebankan dengan devisa yang lebih tinggi, spending (pengeluaran) wisatawan juga harus lebih tinggi. Ketika saya melihat, ketika spending, itu berarti orang harus mengeluarkan lebih. Kalau mengeluarkan lebih, berarti harus ada barang yang dia beli,” kata Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenpar Rizki Handayani Mustafa dalam Musyawarah Nasional (Munas) XVIII PHRI, di Bogor, Selasa.
Rizki menekankan pentingnya sektor pariwisata dalam mengikuti tren untuk membuka peluang pasar baru.
Hal itu guna mendorong wisatawan mengeluarkan lebih banyak dana untuk menikmati pengalaman berwisata di Indonesia.
Menanggapi hal ini, Kementerian Pariwisata mengidentifikasi sejumlah pasar potensial yang dapat mereka manfaatkan.
Hal ini untuk meningkatkan pendapatan negara, seperti wisata bahari (marine), wisata kebugaran (wellness tourism), dan wisata kuliner (gastronomi).
Pengembangan sektor pariwisata mencakup berbagai aspek, termasuk pengembangan marina, pengembangan aktivitas boating, serta industri kapal yacht yang kini tengah berkembang di kawasan Asia.
“Ini yang kita sedang dorong untuk juga kita kembangkan, masih banyak regulasi yang tumpang tindih,” ujar dia.
Kementerian Pariwisata mulai mempertimbangkan pengembangan wisata berbasis ilmu pengetahuan atau edutrip yang berfokus pada minat khusus.
Beberapa contohnya adalah wisata arsitektur Indonesia serta eksplorasi kain tradisional Nusantara (wastra).
“Ini yang bisa kita dapatkan market baru, di luar market-market yang ada. Mungkin itu niche, tapi ini ada, dan dia bisa spending lebih banyak,” ucap Rizki.
Dengan bertambahnya segmen pasar wisata, pemerintah dan asosiasi rasanya perlu merancang paket-paket wisata yang dapat meningkatkan pengalaman wisatawan.
Strategi Baru Tingkatkan Pendapatan Wisata di Bulan Ramadhan
Sementara itu, terkait strategi pariwisata di bulan Ramadhan, Rizki menyoroti peluang bagi pengelola hotel untuk menarik lebih banyak tamu dengan mengusung konsep hotel itikaf, terutama di tengah upaya pemerintah mengurangi belanja negara.
“Saya pernah ada pengalaman di Sahid Hotel, bikin acara itikaf. Jadi mulai dari buka puasa sampai malam, menginap kita di sana. Ada yang nginap di hotel, ada yang di ballroom-nya saja, jadi itu ada spending,” ujar Rizki, sebagaimana kutipan dari Antara.
Rizki berharap agar asosiasi dan pemangku kepentingan terkait dapat bekerja sama untuk menemukan cara meningkatkan pendapatan negara dari sektor pariwisata, termasuk menentukan sasaran pasar, menyusun paket wisata, serta merancang model produk atau fasilitas yang menjadi kebutuhan.
Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 mengenai Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dalam Pelaksanaan APBN 2025, pemerintah menargetkan efisiensi belanja sebesar Rp 306 triliun.
Surat Menteri Keuangan tersebut terbit sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang sasarannya kepada seluruh gubernur, bupati, hingga wali kota.
Beberapa hal yang diminta pembatasan antara lain belanja untuk kegiatan seremonial, publikasi, dan seminar atau Focus Group Discussion (FGD).
Surat tersebut juga mengatur penghematan anggaran bagi Kementerian/Lembaga (K/L) dengan memotong beberapa pos anggaran di APBN sebagai bagian dari upaya efisiensi.