– Sejumlah organisasi internasional dan , termasuk BankTrack, Ekō, Artivist Network, Market Forces, Enter Nusantara, dan Bonds Network, mendesak bank-bank di Tenggara, termasuk , untuk tidak memfasilitasi penerbitan obligasi baru oleh PT Adaro Tbk. Adaro, batu bara terbesar kedua di , saat ini sedang menghadapi jatuh tempo obligasi senilai US$ 750 juta pada 31 Oktober 2024 dan kemungkinan akan menerbitkan obligasi baru untuk merestrukturisasi utangnya.

DBS dan OCBC, yang sebelumnya menjadi penjamin emisi untuk obligasi Adaro, diisukan akan kembali menyediakan layanan tersebut guna mendukung ekspansi bisnis fosil ini.

“Adaro saat ini sedang pembangkit tenaga uap (PLTU) batu bara berkapasitas 1,1 gigawatt di Kawasan Hijau , Kalimantan Utara. Langkah ini bertentangan dengan klaim mengenai transisi hijau,” ujar Aray dari Perkumpulan Lingkar Lestari, sebuah organisasi yang berbasis di Kalimantan Utara.

Adaro telah menyatakan niatnya untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara. Pekan lalu, mengumumkan rencana untuk melepas 99,9% di usahanya, PT Adaro Andalan (AAI), yang bergerak di bisnis batu bara. Namun, belum menetapkan batas produksi atau waktu pasti untuk sepenuhnya keluar dari bisnis batu bara. Bahkan, mereka merencanakan ekspansi produksi batu bara metalurgi, baik di maupun Australia.

“Setiap yang mendukung Adaro berarti turut serta dalam memperburuk dan membahayakan kelangsungan hidup generasi mendatang,” tegas Reka Maharwati, koordinator Enter Nusantara.

Penolakan terhadap dukungan untuk Adaro juga disuarakan oleh aktivis lainnya. Binbin Mariana, Campaigner dari Market Forces, menambahkan bahwa langkah yang terus mendanai proyek batu bara seperti PLTU Adaro bertentangan dengan komitmen Pemerintah untuk mempercepat dini PLTU batu bara.

Adaro juga menghadapi berbagai tuduhan terkait dengan penambangan ilegal, perusakan keanekaragaman hayati, pencemaran , dan pelanggaran . terbaru yang diterbitkan oleh Ekō dan WALHI Kalimantan Selatan menyoroti aktivitas tambang Adaro yang diduga melampaui area izin di Kalimantan Selatan, yang menyebabkan kerusakan dan memperparah .

“Bisnis utama Adaro adalah batu bara. Klaim tentang transisi hijau tidak memiliki dasar yang kuat. Bank yang terus mendukung Adaro berisiko menghadapi reputasi dan ,” tutup Apekshita Varshney, Kampanye Keuangan dari Ekō.