JakartaInsideCom – Komite Rakyat Anti Mafia Tanah (KRAMAT) menegaskan bahwa lahan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 bukan merupakan lahan laut, melainkan bekas empang dan tambak masyarakat.
Koordinator KRAMAT, Arifin Nur Cahyono, menyoroti perbedaan antara kasus lahan PIK 2 dengan sengketa lahan di Pagar Laut, Kabupaten Bekasi, yang ia sebut lebih berpotensi melibatkan mafia tanah.
Dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (8/2/2025), Arifin mengungkapkan bahwa lahan di Pagar Laut Bekasi mengalami perubahan peta secara tiba-tiba pada Juli 2022.
“Sebanyak 11 individu memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dengan total luas 72,571 hektar di area yang seharusnya berair. Peta lahan ini dipindahkan ke laut tanpa dasar yang jelas,” ujarnya.
Tak hanya itu, Arifin juga mengungkap bahwa PT Cikarang Listrindo dan PT Mega Agung Nusantara memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dengan luas masing-masing 90,159 hektar dan 419,635 hektar yang diterbitkan antara tahun 2013 hingga 2017.
“Sebanyak 84 orang yang sebelumnya mendapatkan sertifikat melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada 2021 kini bingung karena lahan mereka tiba-tiba berpindah ke laut,” tambahnya.
Arifin menekankan bahwa kasus PIK 2 berbeda dengan kasus Pagar Laut Bekasi. Menurutnya, lahan di PIK 2 berada di bekas empang dan tambak yang sudah lama dikelola oleh masyarakat di Desa Kohod dan sekitarnya di Tangerang, Banten.
“Pada awal 2000-an, pinggiran laut di Kohod masih berupa daratan yang digunakan sebagai lahan garapan masyarakat. Artinya, pagar laut di utara Tangerang bukan merupakan laut alami, melainkan tanah yang terendam air laut,” jelas Arifin.
Sebaliknya, ia menilai kasus Pagar Laut di Bekasi justru memperlihatkan indikasi permainan mafia tanah dan keterlibatan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ia pun mempertanyakan mengapa tokoh seperti Said Didu dan pihak lainnya tidak turut menyoroti kasus ini.
KRAMAT mendesak Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, untuk bersikap adil dalam menanggapi permasalahan ini. Arifin menilai bahwa pencabutan SHGB PIK 2 lebih disebabkan oleh tekanan politik dibandingkan dengan pertimbangan hukum dan peraturan yang berlaku.
“Pemerintah terkesan mengambil keputusan yang tidak adil terhadap PIK 2 karena tekanan politik dari tokoh-tokoh yang berseberangan dengan Prabowo Subianto dan Jokowi. Padahal, jika melihat dari aspek hukum dan sejarah lahan, PIK 2 seharusnya tidak dipermasalahkan,” tegasnya.
Arifin pun berharap agar pemerintah dapat meninjau kembali keputusan terkait sengketa lahan ini dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik tertentu.
20 Februari 2025
KRAMAT Soroti Sengketa Lahan: PIK 2 Bukan Laut, Pagar Laut Bekasi Bermasalah

Halaman: