JakartaInsideCom–Mantan Koordinator Bidang Politik, , dan Keamanan ( Polhukam), , menyampaikan kritik tajam terhadap kondisi sistem peradilan di , menyusul pengungkapan ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang menyeret hakim, , dan panitera dari tiga pengadilan negeri di .

Dalam podcast Terus Terang yang tayang di pada Selasa (22/4/2025), Mahfud menyebut ini sebagai potret rusaknya ekosistem peradilan .

, kolusi, jual beli perkara, ijon hakim, , —semua bercokol di pengadilan. Ini jorok,” tegas Mahfud.

yang diungkap itu melibatkan tiga korporasi besar dan aparat peradilan dari PN Selatan, PN Pusat, serta PN .

Dugaan bermula dari pemberian fasilitas ekspor CPO dan produk turunannya— mengenalnya sebagai “mafia minyak goreng”.

Mahfud mengaitkan skandal ini dengan lain yang masih hangat dalam ingatan : vonis bebas terhadap Ronald Tannur di . Saat itu, putusan hakim dibela oleh pimpinannya, termasuk Mahkamah Agung. Namun, kemudian terbukti ada permainan di balik layar.

ini bukan sekadar penyimpangan individu. Ini soal sistem yang gagal menjaga integritas,” ujarnya.

Pengkhianatan di Tengah Perlawanan
Menariknya, salah satu tersangka dalam CPO, hakim Djumyanto, pernah menjadi simbol harapan perubahan. Pada 2012, ia bersama 20 hakim muda datang ke (KY) untuk menyuarakan perlunya revolusi integritas di Mahkamah Agung.

“Tapi sekarang, dia menjadi bagian dari yang dulu ingin dia perangi,” kata Mahfud. Ia menilai, niat baik saja tidak cukup dalam sistem yang sudah “busuk dari hulu ke hilir”.

Mahfud juga mengkritik lemahnya kewenangan . “Sudah kita bentuk KY untuk mengawasi hakim, tapi rekomendasinya dilecehkan. Kewenangannya diamputasi,” ujarnya.

Teladan dari Masa Lalu dan Tindakan Mendesak ke Depan

Dalam pandangannya, reformasi peradilan butuh keberanian politik. Mahfud mencontohkan respons cepat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat membentuk Tim 8 untuk menyelidiki kriminalisasi pimpinan .

Ia juga menyebut langkah Presiden Jokowi yang membentuk Tim Percepatan Reformasi sebagai langkah positif, meskipun belum menyentuh akar persoalan.

Kini, Mahfud menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah luar biasa. Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membenahi sektor-sektor yang genting.

“Presiden bukan hanya kepala negara, tapi juga penanggung jawab tertinggi penegakan . Polri, Kejaksaan, dan adalah perpanjangan tangannya,” tegas Mahfud.

Ia mendorong pembenahan menyeluruh, mulai dari proses penunjukan ketua pengadilan hingga pembukaan yang tertunda.

“Saya punya daftar panjang yang mengendap. Kalau perlu, kita ajukan secara resmi ke Presiden,” ujarnya.

dan Panjang Pembaruan
Apa yang diungkap Mahfud bukan semata kritik, tapi juga alarm bagi sistem yang tengah kehilangan kepercayaan .

Kerapuhan integritas lembaga peradilan, bila dibiarkan, bisa mengguncang fondasi negara itu sendiri.

pernah punya momen-momen ketegasan politik dalam menyelamatkan institusi . Kini, menanti apakah pemerintahan Prabowo akan meneruskan warisan keberanian itu—atau justru membiarkan menjadi panggung dagang perkara.