JakartaInsideCom – Hari Tasyrik adalah tiga hari yang mengikuti Hari Raya Idul Adha, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah dalam kalender Islam. Pada hari-hari ini, umat Islam dilarang untuk berpuasa.
Larangan ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW, yang menyatakan bahwa hari-hari Tasyrik adalah hari-hari untuk makan, minum, dan mengingat Allah.
Alasan larangan berpuasa pada hari Tasyrik terkait erat dengan esensi Idul Adha itu sendiri, yaitu sebagai hari raya qurban dimana umat Islam yang mampu diwajibkan untuk berkurban.
Berkurban merupakan simbol dari pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang rela mengorbankan putranya atas perintah Allah, sebelum kemudian digantikan dengan seekor domba.
Hari Tasyrik dimaksudkan sebagai waktu untuk menikmati hasil dari qurban tersebut.
Daging qurban dibagikan kepada yang membutuhkan, termasuk kepada keluarga, tetangga, dan masyarakat sekitar.
Dengan demikian, hari-hari ini menjadi momen kebersamaan dan berbagi kebahagiaan dengan sesama.
Selain itu, larangan berpuasa juga merupakan bentuk rahmat dan kemudahan dari Allah SWT kepada umat-Nya.
Setelah menjalankan ibadah haji dan prosesi qurban yang membutuhkan banyak energi dan usaha, umat Islam diberikan waktu untuk beristirahat dan mengembalikan kekuatan fisik mereka.
Dalam konteks yang lebih luas, hari Tasyrik juga mengajarkan tentang pentingnya keseimbangan antara ibadah ritual dengan aspek sosial dan kemanusiaan dalam Islam.
Ibadah tidak hanya sekedar ritual yang terputus dari kehidupan sehari-hari, tetapi juga harus diintegrasikan dengan nilai-nilai sosial seperti kepedulian dan kedermawanan.
Kesimpulannya, larangan berpuasa pada hari Tasyrik adalah bagian dari hikmah dan ajaran Islam yang mendalam.
Ini bukan hanya tentang aturan semata, tetapi juga tentang bagaimana nilai-nilai ibadah dapat diwujudkan dalam tindakan nyata yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.