Antagonisme dengan Anies sebetulnya tidak muncul setelah Anies menerima Pramono dan Rano bertandang ke rumahnya beberapa waktu lalu, tapi memang sejak awal Ridwan dan Anies memang berada pada kubu politik yang berseberangan.
Slogan Jakarta Baru yang secara langsung mendelegitimasi warisan pembangunan Jakarta di masa Anies mengkonfirmasi itu.
Kemarahan Ridwan pada kondisi Jakarta yang salah satunya diwariskan oleh Anies tidak sampai di situ.
Secara lebih terbuka, dia juga menyatakan kekecewaan pada Basuki Thahaja Purnama atau Ahok. Mengutip JJ Rizal, Ridwan Kamil menyatakan bahwa Ahok adalah gubernur paling brutal dalam penggusuran.
Pada mulanya, menurut Monica, Ridwan menunjukkan ekspresi anger atau marah, tapi kemudian berubah menjadi fear, takut.
Pilihan diksi “brutal” ini mungkin tidak lagi sekadar menunjukkan kemarahan, tapi lebih pada kekhawatiran atau fear.
Orang yang takut kadang muncul dalam ekspresi yang ekstrim. Apakah Ridwan Kamil sedang kalap? Kita tidak tahu pasti.
Respon Pramono
Berbeda dengan Ridwan Kamil, Pramono malam tadi tampil dengan lebih percaya diri. Ekspresi mikro yang terlihat di otot–otot wajahnya menunjukkan superioritas.
Sikap superior itu membuat dia dengan leluasa mengemukakan gagasan.
Bahkan ketika dia diserang, misalnya partainya dianggap memiliki pandangan yang berbeda dengan Anies, dia enteng menjawab bahwa perbeda-bedaan pandangan itu sesuatu yang biasa.
Dia tidak membantah, justru menegaskan bahwa memang itulah yang terjadi.
Seperti pada debat kedua, Pramono kali ini kembali menyerang lawan dengan cara yang elegan dan jenaka.