JakartaInside.Com – Siapa tak kenal Pramoedya Ananta Toer? Sastrawan besar ini bukan sekadar penulis, tetapi juga dan pejuang .

Pada 6 Februari , merayakan 100 tahun kelahirannya. Sepanjang hidupnya, , begitu ia akrab disapa, terus menulis meskipun berkali-kali mengalami represi.

Kecil dan Nama Pilihannya Sendiri

lahir di Blora pada 6 Februari 1925. Nama aslinya, Pramoedya Ananta Mastoer, ia ubah sendiri dengan menghapus “Mas” yang dianggapnya feodal. Ia pun menetapkan “Toer” sebagai nama .

Ayahnya seorang dan aktivis Partai (PNI), sementara ibunya berasal dari pesisir. Pendidikan tak berjalan mulus. Ia pernah dikeluarkan dari dan belajar langsung dari ayahnya. Namun, akhirnya ia menempuh pendidikan teknik radio di .

Dari Pejuang ke Penulis di Balik Jeruji

Ketika Jepang menduduki , kembali ke Blora dan mencari nafkah dengan berjualan tembakau. Setelah kemerdekaan, ia bergabung dengan Badan Rakyat (BKR) di Cikampek.

Namun, pada 1947, ia ditangkap oleh Belanda karena aktif menulis majalah perlawanan. Di penjara, ia mulai serius menulis. Dua karyanya, Perburuan dan Gerilya, lahir dari tersebut.

Dibuang ke Buru

Setelah bebas, terus berkarya. Ia bergabung dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), yang dekat dengan Partai Komunis (PKI). Setelah peristiwa G30S 1965, ia ditangkap tanpa dan dibuang ke Buru selama 14 tahun.

Meski dilarang menulis, ia tetap berkisah secara lisan kepada sesama tahanan. Dari pengasingan inilah lahir Tetralogi Buru, yang menggambarkan perjuangan seorang pribumi menghadapi kolonialisme.

Warisan Seorang Pejuang

dibebaskan pada 1979, tetapi tetap diawasi ketat. Buku-bukunya dilarang di , meski mendapat pengakuan . Ia menerima berbagai penghargaan, seperti Ramon Magsaysay Award (1995) dan Norwegian Author’s Union Award (2004).

Ia wafat pada 30 2006, meninggalkan lebih dari 50 buku yang telah diterjemahkan ke dalam 42 . Hingga kini, karyanya tetap menginspirasi, membuktikan bahwa bisa menjadi senjata melawan ketidakadilan.

Beberapa Terkenal Pramoedya Ananta Toer

  • Bumi (1975) – Perjuangan seorang pribumi melawan kolonialisme.
  • Jejak Langkah (1985) – Kisah transformasi Minke menjadi aktivis .
  • Rumah Kaca (1988) – Bab terakhir Tetralogi Buru yang menggambarkan represi kolonial.
  • Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (1988-1995) – Memoar kehidupannya sebagai tahanan .
  • Perburuan (1950) – Kisah seorang pejuang yang diburu Belanda.
  • Gerilya (1950) – Kisah yang terjebak dalam kemerdekaan.
  • Gadis Pantai (1962) – Kisah seorang muda yang dipaksa menikah dengan bangsawan.

Seperti yang pernah katakan:
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari .”