oleh: Prof. Irwan Prayitno*
Saya sudah jarang membaca berita dari Padang, karena dunia saya saat ini sudah berbeda dengan yang dulu sewaktu menjabat Gubernur yang menuntut mengikuti perkembangan di Sumbar. Tetapi menjadi menarik bagi saya ketika membaca tulisan yang dibuat Dr. Yesi Elsandra di Singgalang yang berjudul “PKS Menuai Keputusan Politiknya” (28/11). Kenapa? Karena kegagalan PKS di Pilkada langsung diarahkan karena keputusan PKS untuk koalisi dengan KIM dan keputusan dalam Pillkada atau keputusan lainnya yang dikeluarkan oleh Majelis Syuro. Padahal ada beberapa keputusan yang dibuat oleh DPTP PKS bukan Majlis Syuro. Yang disebut dalam tulisan tersebut adalah analisa yang kalah dalam versi hitung cepat. Sedangkan yang menang dalam hitung cepat tidak disebut. Sehingga seolah-olah PKS benar-benar mengalami kekalahan telak akibat keputusan politiknya.
Sebetulnya PKS sangat berterimakasih atas semua perhatian dan masukan berbagai pihak terhadap kekalahan PKS. PKS pun siap untuk mengevaluasi diri.
Memang sangat mudah memberi analisa terkait sebab akibat tentang sesuatu. Kecelakaan terjadi, karena tidak hati-hati. Gagal ujian, karena malas belajar. Bangkrut dagang, karena pasaran sepi. Banyak contoh lain untuk menyederhakan suatu alasan atas suatu sebab. Kita juga akan mudah untuk mengatakan 2 + 3 = 5. Mudahkan?
Padahal peristiwa sosial (termasuk politik) akan banyak sekali variabel penyebab yang ‘memungkinkan sesuatu terjadi’. Tidak semudah menjawab masalah eksak seperti penjumlahan tadi. Pasti 5 jawabnya dan cepat jawabnya serta pasti benar. Tidak ada analisa lainnya. Tapi masalah sosial (politik) tidak bisa demikian. Pengalaman saya dalam membimbing mahasiswa Doktoral, begitu lama mahasiswa menentukan variabel-variabel yang akan dikaji sebagai penyebab dan kemudian dibuktikan pula secara empirik dengan metoda yang tepat.
PKS pasti menerima kekalahan di pilkada seperti menerima pula kemenangannya. Kita akan evaluasi! Tapi apakah sudah bisa saat ini? Ooo ya…. kalah menang pun baru versi quick count (hitung cepat). Tentu belum resmi. Karena resminya nanti dari KPU. Terburu-buru menganalisa sesuatu yang belum resmi. Kita sudah menilai dan memberikan komentar PKS kalah di DKJ karena bla… bla… bla… Nah, tenyata 2 putaran. Nah, ternyata PKS menang! Terus…. bagaimana pertanggungan analisa sebelum ini?!
Kasus Depok, Jabar, dan DKJ yang kalah punya cerita sendiri dengan alasan yang berbeda. Kekalahan di Pilkada Depok, di antaranya karena sudah 4 kali berkuasa dan masyarakat ingin perubahan yang sudah digaungkan sejak lama sebelum adanya KIM. Sementara itu di Jawa Barat, keputusan calon dari DPTP PKS belum lama diSK kan sehingga terlambat dalam sosialisasi. Sedangkan sang pemenang sudah lama melakukan sosialisasi. Di DKJ, tidak semua Parpol pengusung RIDO ikut aktif sebagai timses, kerja kurang maksimal.
Dukungan/usungan PKS yang menang pilkada juga ada, meski berasal dari hitung cepat. Seperti Provinsi Bangka Belitung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Utara, 12 Kota/Kabupaten di Sumatra Barat, 19 Kabupaten dan 2 kota di Jawa Tengah, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Manokwari, 3 Kabupaten dan 1 Kota di Banten, 2 kabupaten di Kaltim. Ini adalah di antara data wilayah yang menang yang diusung oleh PKS. PKS ikut di lebih 400 pilkada kota/kabupaten dan provinsi di mana ada 115 kader yang ikut di dalamnya.
Majelis Syuro adalah pengambil keputusan tertinggi di PKS. Terutama keputusan strategis seperti koalisi. Sedangkan penentuan kepala daerah ditentukan oleh DPTP PKS. Dua hal yang berbeda.
Majelis syuro terdiri dari banyak orang (99 orang). Mereka umumnya orang yang berpendidikan dengan berbagai latar belakang keilmuan. Dengan jumlah yang cukup banyak ini bisa saling melengkapi kekurangan yang ada dan juga saling menguatkan pendapat dan menyempurnakan keputusan yang diambil.