JakartaInsideCom – Pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto baru saja merilis kebijakan penting, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024, yang menghapus utang sebesar Rp 10 triliun bagi satu juta petani, nelayan, serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor kuliner, fashion, dan industri kreatif.
Program ini diharapkan mampu mendorong perekonomian rakyat dan memberi dorongan besar bagi UMKM yang mengalami kesulitan akibat rendahnya daya beli masyarakat.
Namun, Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), dr. Ali Mahsun ATMO, mengingatkan bahwa program ini harus diawasi ketat untuk menghindari penyalahgunaan dan potensi kongkalikong dalam implementasinya.
“Presiden Prabowo telah mengambil langkah yang sangat baik dan konkret dengan menghadirkan kebijakan ini sebagai bentuk dukungan penuh terhadap perekonomian rakyat. Namun, perlu dicatat bahwa pelaksanaan PP 47/2024 ini harus dijalankan dengan transparan dan melibatkan organisasi yang menaungi petani, nelayan, serta UMKM di sektor kuliner, fashion, dan industri kreatif,” ujar dr. Ali Mahsun, dalam pernyataannya di Jakarta pada Sabtu, 9 November 2024.
Menurut dr. Ali, dampak positif dari kebijakan ini sangat besar. PP 47/2024, diharapkan tidak hanya menguntungkan satu juta petani, nelayan, dan UMKM, tetapi juga memberi energi baru dan optimisme bagi seluruh pelaku UMKM yang jumlahnya mencapai 65,4 juta di Indonesia.
Di tengah kondisi ekonomi yang sedang melemah, program ini bisa menjadi langkah krusial bagi Indonesia dalam meraih puncak bonus demografi pada tahun 2030.
“Ini adalah langkah strategis dan signifikan karena dalam lima tahun ke depan, Indonesia berada pada titik penentu; apakah kita bisa mencapai masa emas atau justru terjebak dalam kubangan masalah ekonomi,” tambahnya.
Tantangan Besar
Namun, tantangan dalam pelaksanaan PP ini tidak kecil.
Saat ini, per Agustus 2024, kredit macet UMKM Indonesia tercatat mencapai Rp 59 triliun dengan Non-Performing Loan (NPL) di angka 4,04%.
Sementara plafon kredit untuk UMKM hanya 19,39% dari total kredit tahunan sebesar Rp 7.515 triliun, jauh dari target minimal 40% yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan wirausaha nasional.