– Panglima Jenderal mengemukakan kembali menggunakan nama Organisasi Papua Merdeka atau untuk kelompok separatis teroris (KST) kemudian kelompok bersenjata () di Papua. 

Menurut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mayor Jenderal Nugraha Gumilar, tujuan istilah yang dimaksud untuk menegaskan adalah atau kombatan. Menurut humaniter, kata dia, kombatan berhak berubah jadi korban pada konflik bersenjata.

Perubahan sebutan KST juga menjadi yang dimaksud mendapat respons dari bermacam pihak, baik yang dimaksud setuju maupun tidak ada setuju. 

1. : Tak Boleh Ada terhadap

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat () menyokong langkah Panglima di melakukan tindakan tegas untuk memberantas yang mana sebelumnya disebut .

“Tidak boleh ada lagi terhadap para kelompok separatis, teroris ataupun untuk meneror dan juga melakukan aksi kejahatan hingga mengakibatkan penderita jiwa,” kata yang dimaksud akrab disapa itu pada pernyataan pada Sabtu, 13 April .

Dia menyebutkan aksi sangat membahayakan lantaran kerap menyerang warga Papua, dari rakyat sipil, guru, tenaga kesehatan, hingga personel lalu . Dia menyimpulkan tindakan tegas kemudian harus ditunjukkan untuk melindungi penduduk di dalam sana.

“Tindakan tegas pun diperlukan direalisasikan aparat demi menunjukkan bahwa negara tidak ada akan kalah dengan kelompok separatis yang skalanya lebih tinggi kecil dari juga Polri itu,” ujarnya.

juga menggalang pemerintah melalui pendekatan non-senjata untuk meredam aksi anarkistis . Pendekatan itu bisa saja dilaksanakan melalui tokoh , tokoh adat, dan juga kepala tempat setempat.

Dengan upaya penindakan tegas dan juga pendekatan humanis yang beriringan, berharap aksi yang mana meresahkan bisa jadi secepatnya diredam.

2. Anggota Komisi I Hasanuddin: Istilah Lebih Realistis tapi Berdampak Politis

Anggota Komisi I Mayor Jenderal (purnawirawan) Hasanuddin memaparkan penyebutan atau KST berubah jadi lebih banyak realistis. Namun pembaharuan istilah itu akan berdampak politis bagi Indonesi juga berpengaruh pada cara menyelesaikan konflik dalam Papua.

Dia mengingatkan penyebutan bisa saja berdampak negatif lantaran kurang menguntungkan bagi Nusantara dalam luar negeri. Sehingga, kata dia, hal ini memerlukan penanganan lebih tinggi kritis khususnya oleh para diplomat RI.

  • 1
  • 2
  • 3
  • Selanjutnya

ini disadur dari Pro-Kontra atas Keputusan TNI Kembali Gunakan Istilah OPM