Ia menambahkan, aksi itu adalah simbol penolakan masyarakat terhadap kembalinya militerisme dalam ruang sipil.
“Ini bukan soal satu kejadian semata, tapi peringatan atas sejarah kelam keterlibatan militer dalam politik dan sipil yang pernah terjadi di era Orba,” ujarnya.
Menurutnya, jika militer mau mengisi jabatan sipil, harusnya mereka benar-benar dilepaskan dari atribut militer, baik pangkat maupun senjata.
“Itu yang harus diperhatikan dalam revisi RUU TNI,” tegasnya.
Senada dengan Prof. Zainal, komika dan aktivis Pandji Pragiwaksono juga buka suara. Dalam unggahan video di akun Twitter-nya @pandji, Senin (17/3/2025), Pandji bilang, Deddy cuma stafsus yang menyuarakan kebijakan dari atasannya.
“Lu pikir Deddy ngomong itu inisiatif sendiri? Dia kan stafsus Menhan, pasti disuruh sama Pak Sjafrie Sjamsoeddin,” kata Pandji.
Pandji juga menyoroti mengapa rapat Panja RUU TNI diadakan secara diam-diam di Hotel Fairmont, bukan di gedung DPR RI.
“Kebijakan yang berdampak buat publik harus dibahas di depan publik. Gedung DPR RI udah direnovasi, tiap anggota punya ruang sendiri, ngapain rapat di hotel?” tanyanya.
Menurut Pandji, fokus Deddy yang hanya mengkritik aksi penerobosan rapat itu keliru. Ada isu yang jauh lebih penting, seperti kembalinya TNI ke dunia bisnis, sidang militer untuk kasus pelanggaran hukum berat, dan penambahan kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh TNI dari 10 menjadi 16.