By : Hendarsam Marantoko
ADVOKAT/ KETUM LISAN
Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tidak serta-merta dapat mengubah tahapan proses pelaksanaan Pilkada 2024. Kendati MK dalam putusan a quo mengubah ketentuan syarat minimal dukungan calon kepala daerah dalam Pasal 40 UU 10/2016, namun putusan a quo baru bisa berlaku untuk pelaksanaan Pilkada 2029. Hal itu sejalan dengan prinsip putusan MK yang berlaku ke depan atau Non-retroaktif.
Tahapan Pilkada 2024 tengah berlangsung, bahkan pendafataran calon perorangan telah berakhir pada 19 Agustus 2024 lalu. Hal ini dapat dimaknai bahwa proses pencalonan kepala daerah pada pilkada 2024 sebagian tahapannya telah berlangsung dengan menggunakan ketentuan lama.
Manakala putusan MK a quo ditafsirkan berlaku mutatis-mutandis untuk Pilkada 2024, maka akan terjadi ketidakpastian hukum dan kegaduhan hukum. Begitu juga, beberapa Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang kini berlaku untuk pelaksanan Pilkada 2024, mendasarkan pengaturan pencalonan merujuk pada ketentuan Pasal 40 UU 10/2016.
Dengan demikian, maka berlasan menurut hukum bahwa putusan MK in casu baru berlaku mengikat untuk pelaksanaan Pilkada 2029 atau Pilkada mendatang. Hal ini sejalan dengan prinsip kepastian hukum dan sifat pemberlakuan putusan MK yang tidak berlaku surut (Non-retroaktif).
Jika ditafsirkan bahwa putusan a quo seketika langsung berlaku untuk Pilkada 2024, maka semua tahapan yang telah berlaku dan berakhir harus diulang kembali semua tahapannya. Demikian halnya, KPU harus menerbitkan PKPU baru yang tentunya akan berdampak pada perubahan jadwal dan tahapan pelaksanaan Pilkada 2024. Keadaan semacam ini dapat menciptakan kegaduhan dan ketidakpastian hukum.
Tafsir yang konstitusional ialah mendudukan Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 sebagai desain perbaikan untuk Pilkada mendatang, tidak untuk Pilkada 2024.
Sekian