Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja, baru-baru ini memberikan penjelasan terkait pelemahan saham perbankan, termasuk BCA, yang terjadi beberapa waktu lalu. Ia mengaitkan penurunan ini dengan kebijakan tarif impor yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Pelemahan ini, menurut Jahja, bukan hanya dialami BCA, tetapi juga bank–bank lain di Indonesia. Ia menekankan dampak signifikan kebijakan Trump terhadap pasar saham perbankan domestik.
Dampak Kebijakan Trump terhadap Saham Perbankan Indonesia
Jahja Setiaatmadja mengamati tren penurunan yang hampir seragam di berbagai bank, baik bank–bank besar milik negara seperti Mandiri, BRI, dan BNI, maupun bank swasta lainnya. Ia menghubungkannya dengan pengumuman mendadak Trump tentang tambahan biaya bea cukai.
Kebijakan Trump yang memberlakukan tarif impor tinggi terhadap beberapa negara, termasuk Indonesia (dengan tarif 32%), menjadi faktor utama ketidakpastian di pasar global.
Pengumuman tersebut terjadi selama libur panjang Lebaran, saat pasar saham Indonesia masih tutup. Akibatnya, saat perdagangan kembali dibuka, saham–saham perbankan langsung mengalami koreksi.
Reaksi Cepat Investor dan Penurunan Saham
Jahja menjelaskan bahwa para investor, baik domestik maupun asing, cenderung langsung menjual saham mereka di tengah ketidakpastian yang diciptakan oleh kebijakan Trump.
Hal ini merupakan reaksi naluriah investor terhadap berita yang mengandung ketidakpastian dan risiko yang belum terukur. Prioritas utama mereka adalah mengamankan investasi mereka.
Penurunan saham BCA, misalnya, mencapai level Rp 7.775 pada 8 April, turun dari Rp 8.500 pada 27 Maret. Tren serupa juga terlihat pada saham perbankan lainnya.
Pemulihan dan Penguatan Saham Perbankan
Namun, situasi ini tidak berlangsung lama. Setelah mencapai titik terendah, investor mulai kembali memperhatikan fundamental perbankan yang kuat.
Mereka mulai melihat potensi keuntungan jangka panjang, sehingga terjadi rebound di pasar saham. Saham-saham yang memiliki fundamental kuat, termasuk saham perbankan, kembali menarik minat investor.
Sebagai contoh, saham BBRI sempat berada di level Rp 3.640 pada 8 April, kemudian kembali naik. Begitu pula dengan BBNI dan saham-saham perbankan lainnya yang menunjukkan tren positif.
Pada penutupan perdagangan terakhir, saham CIMB Niaga berada di level Rp 1.855, BBRI di Rp 3.760, BBNI di Rp 4.150, dan BBCA di Rp 8.725, menunjukkan pemulihan yang signifikan.
Kesimpulannya, meskipun kebijakan tarif impor Trump sempat memicu penurunan signifikan pada saham perbankan Indonesia, fundamental yang kuat dan perhitungan ulang risiko oleh investor menyebabkan pemulihan yang relatif cepat. Kejadian ini menyoroti pentingnya fundamental perusahaan dalam menghadapi ketidakpastian pasar global.