JakartaInsideCom – Setiap , umat di Indonesia kerap mengucapkan “Minal Aidin wal-Faizin”, sering kali disambung dengan . Namun, tahukah Anda bahwa banyak orang salah kaprah dalam memaknai frasa ini? Bahkan, ini tidak berasal dari hadis Muhammad ﷺ, melainkan dari tradisi masyarakat.

Lalu, bagaimana munculnya kalimat ini? Apa makna sebenarnya? Dan apa yang lebih sesuai sunnah? Mari kita bahas secara mendalam.

1. Asal-Usul dan Sejarah “Minal Aidin wal-Faizin”

Frasa “Minal Aidin wal-Faizin” (مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ) bukanlah yang diajarkan langsung oleh Muhammad ﷺ atau para sahabat. Beberapa teori sejarah menunjukkan bahwa:

  • Berasal dari Kebiasaan Masyarakat Arab Non-Syari
    ini kemungkinan besar berkembang di kalangan masyarakat Arab sebagai doa umum, tetapi tidak tercatat dalam hadis sahih.
  • Dipopulerkan di Nusantara Melalui
    Ketika Islam masuk ke Indonesia, banyak tradisi yang berbaur dengan ajaran Islam. “Minal Aidin wal-Faizin” menjadi populer karena terdengar indah dan dianggap sebagai bagian dari .
  • Salah Kaprah Makna
    Karena sering digandengkan dengan , banyak yang mengira bahwa “Minal Aidin wal-Faizin” adalah bentuk permintaan maaf, padahal tidak.

2. Makna Sebenarnya “Minal Aidin wal-Faizin”

Secara :

  • “Min al-‘Aidin” (مِنَ الْعَائِدِيْنَ) = “Termasuk orang-orang yang kembali (kepada fitrah/kesucian).”
  • “Wal-Faizin” (وَالْفَائِزِيْنَ) = “Dan termasuk orang-orang yang beruntung.”

Jadi, arti lengkapnya:
“Semoga kita termasuk orang yang kembali (suci) dan orang yang beruntung.”

Ini adalah doa, bukan permintaan maaf.

3. yang Diajarkan ﷺ (Berdasarkan Hadis)

Muhammad ﷺ dan para sahabat tidak mengucapkan “Minal Aidin wal-Faizin”, melainkan:

a. “Taqabbalallahu minna minkum” (تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ)

Artinya: “Semoga Allah menerima (amal ) kami dan kalian.”

Dalil Hadis:
Diriwayatkan oleh Jubair bin Nufair:

كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ ﷺ إِذَا الْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ
“Dahulu para sahabat ﷺ jika bertemu di hari raya (), sebagian mereka mengucapkan kepada yang lain: ‘Taqabbalallahu minna minka’ (Semoga Allah menerima amal kami dan amalmu).”
(HR. Al-, dinilai sahih oleh Al-Albani)

b. “Eid Mubarak” (عِيد مُبَارَك) atau “Kullu ‘Am Antum bi Khair” (كُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ)

  • “Eid Mubarak” = “Selamat Hari Raya yang Berkah.”
  • “Kullu ‘Am Antum bi Khair” = “Semoga setiap tahun kalian dalam kebaikan.”

Ini adalah yang lebih umum dalam tradisi Islam.

4. Kesalahan Umum dalam Penggunaan “Minal Aidin wal-Faizin”

  1. Menganggapnya sebagai Pengganti Permintaan Maaf
    • Banyak orang menyambungkannya dengan , seolah-olah itu satu kalimat. Padahal, “Minal Aidin wal-Faizin” adalah doa, bukan permintaan maaf.
  2. Mengira Ini Wajib dalam Islam
    • ini tidak ada dalam hadis, sehingga tidak termasuk sunnah .
  3. Kurang Memahami Maknanya
    • Karena sering diucapkan turun-temurun, banyak yang tidak tahu arti sebenarnya

5. Bagaimana Sebaiknya Mengucapkan Selamat ?

Lebih utama menggunakan sunnah:

  • “Taqabbalallahu minna minkum” (Semoga Allah menerima amal kami dan kalian).
  • Boleh ditambahkan (jika ingin meminta maaf).

Jika tetap ingin mengucapkan “Minal Aidin wal-Faizin”:

  • Pahami maknanya sebagai doa, bukan pengganti permintaan maaf.
  • Bisa digabung dengan lain seperti “Taqabbalallahu minna minkum”

Kesimpulan

  • “Minal Aidin wal-Faizin” bukan berasal dari hadis, melainkan tradisi masyarakat.
  • Maknanya adalah doa agar termasuk orang yang suci dan beruntung, bukan permintaan maaf.
  • yang lebih utama adalah “Taqabbalallahu minna minkum” karena berdasarkan hadis sahih.
  • adalah tradisi baik di Indonesia, tetapi tidak harus digabung dengan “Minal Aidin wal-Faizin”.

Semoga artikel ini bermanfaat dan membantu kita merayakan dengan pemahaman yang lebih tepat. Taqabbalallahu minna minkum, selamat Hari Raya ! 😊🎉

Referensi:

  • Hadis Jubair bin Nufair (HR. Al-)
  • Kitab Fath al-Bari oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani
  • Penjelasan tentang tradisi