– Dalam sebuah yang dilakukan oleh Health Collaborative Center (HCC), Fokus Kesehatan Indonesia (FKI), dan Yayasan melalui inisiatif Mendengar Jiwa Institute, terungkap fakta yang mengejutkan mengenai SMA di Jakarta. 

Hasil menunjukkan bahwa sekitar 34% mengalami , dengan sebagian besar di antaranya sering menunjukkan marah dan berisiko berkelahi akibat gangguan emosional yang mereka alami.

ini melibatkan SMA di Jakarta dan dipimpin oleh tim peneliti yang terdiri dari Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH sebagai Peneliti Utama HCC, Bunga Pelangi SKM, MKM sebagai Direktur Program HCC, serta Prof. Nila F. Moeloek sebagai Direktur Eksekutif FKI. 

ini bertujuan untuk lebih memahami yang dihadapi oleh remaja dan menjadi dasar bagi pengembangan program di sekolah.

Zona Mendengar Jiwa: Program untuk Dukung Remaja dan berdasarkan hasil studi ini, pihak penyelenggara mengembangkan Program Zona Mendengar Jiwa, sebuah inisiatif yang bertujuan untuk dukungan bagi , meningkatkan kesadaran, serta memberikan dan intervensi terkait

Program ini tidak hanya berfokus pada pendekatan ilmiah, tetapi juga berusaha melibatkan sosial dalam mendukung remaja, khususnya di lingkungan pendidikan.

Dr. Ray Wagiu Basrowi, ketua tim peneliti, mengungkapkan bahwa temuan ini menunjukkan angka yang lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, dan menjadi alarm penting untuk melakukan lebih dalam terhadap di Jakarta. 

Prof. Nila Moeloek, yang juga merupakan mantan Menteri Kesehatan, mengingatkan bahwa konsultasi antar teman harus tetap disikapi dengan bijak.
Prof. Nila Moeloek, yang juga merupakan mantan Kesehatan, mengingatkan bahwa konsultasi antar teman harus tetap disikapi dengan bijak.

“Temuan ini memberikan gambaran penting tentang gangguan emosional yang mungkin dialami pelajar, yang perlu ditindaklanjuti dengan pendekatan yang lebih mendalam,” kata Dr. Ray.

Kesadaran Diri yang Masih Rendah dan selain itu, juga menemukan bahwa sekitar 10% pelajar merasa rentan terhadap

Namun, meskipun sudah banyak informasi yang tersedia, kesadaran diri pelajar terhadap mereka masih tergolong rendah. 

Bahkan, banyak pelajar yang lebih memilih teman sebaya sebagai tempat berbagi emosional mereka, ketimbang berkonsultasi dengan atau ruang Bimbingan Konseling (BK) di sekolah.

Hal ini menunjukkan bahwa teman sebaya bisa berperan penting sebagai peer counselor dalam membantu teman-teman mereka menghadapi emosional. Namun, Prof. Nila Moeloek, yang juga merupakan mantan Kesehatan, mengingatkan bahwa konsultasi antar teman harus tetap disikapi dengan bijak. 

“Teman sebaya bisa menjadi saluran berbagi cerita, tetapi mereka tetap membutuhkan bimbingan dari , , dan ahli kesehatan untuk memberikan dukungan yang tepat,” jelasnya.

untuk Sekolah: Meningkatkan dan ini juga memberikan beberapa penting, di antaranya adalah perlunya integrasi di sekolah, seperti pelaksanaan skrining secara rutin dan penyediaan konseling berbasis sekolah. 

Salah satu solusi yang diusulkan adalah rebranding ruang BK agar menjadi tempat yang lebih ramah dan bebas stigma, sehingga lebih banyak pelajar yang merasa nyaman untuk memanfaatkannya.

Heru Komarudin, Program Manager Health and Wellbeing Yayasan , berharap bahwa dengan adanya program ini, sekolah dapat menjadi tempat yang lebih mendukung pelajar. 

“Kami ingin menciptakan lingkungan sekolah yang lebih ramah bagi remaja, agar mereka dapat tumbuh menjadi generasi muda yang secara fisik dan mental,” tutupnya.