JakartaInsideCom – Kontestasi dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta 2024 semakin memanas. Kompetisi untuk meraih suara terlihat jelas dalam hasil survei yang dirilis oleh berbagai lembaga.
Political Strategy Group (PSG) mempublikasikan hasil survei terkait Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta 2024. Survei tersebut dilakukan pada periode 6 hingga 15 Agustus 2024 dengan metode penarikan sampel secara multistage random sampling.
Survei ini melibatkan 1.540 responden. Dengan metode simple random sampling, ukuran sampel ini memiliki margin of error sekitar ±2,7% dengan tingkat kepercayaan 95%. Survei ini dilakukan sebelum proses pendaftaran pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang akan bertarung dalam Pilgub Jakarta 2024.
Ketua PSG, Luki Hermawan, menekankan bahwa Jakarta merupakan provinsi yang selalu menarik perhatian, baik dari segi sejarah, jumlah penduduk, dinamika sosial-politik, maupun kebudayaan kotanya.
“Pemilihan Gubernur Jakarta pada akhir November nanti akan menjadi momen penting dalam sejarah Jakarta setelah tidak lagi berstatus sebagai Daerah Khusus Ibu Kota,” ungkap Luki dalam rilis pers PSG, Senin (9/9/2024).
Sementara itu, Kepala Peneliti PSG, Ahsan Ridhoi, menjelaskan bahwa meskipun Jakarta bukan lagi ibu kota negara, kemungkinan terjadinya dua putaran dalam Pilgub masih terbuka, mengingat pengalaman pada Pilkada Jakarta sebelumnya.
“Dengan tiga calon yang muncul, kemungkinan dua putaran masih ada. Kita bisa melihat contohnya di Pilkada 2017 dengan tiga pasangan calon, yang akhirnya berlangsung dua putaran,” jelas Ahsan.
Dalam hasil survei, 39 persen responden menyatakan dukungan kepada Anies Baswedan, sementara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mendapat dukungan 22 persen, dan Ridwan Kamil memperoleh 15 persen suara.
“Dari data ini terlihat bahwa warga Jakarta pada dasarnya menginginkan mantan gubernur mereka untuk kembali memimpin,” tambahnya.
Ahsan juga menambahkan bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap Anies dan Ahok berkorelasi dengan dukungan yang diberikan kepada mereka.
“Tampaknya kenangan warga terhadap Pak Anies dan Pak Ahok masih kuat, sehingga mereka lebih memilih keduanya untuk kembali memimpin, sementara Ridwan Kamil hanya memperoleh dukungan sebesar 15 persen,” kata Ahsan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa loyalitas pemilih Ridwan Kamil tidak terlalu besar ketika dibandingkan dengan Anies dan Ahok. “Pendukung setia Ridwan Kamil ini berkisar 20 persen dari populasi Jakarta,” ungkapnya.
Namun, Ahsan juga menyadari bahwa saat ini hanya Ridwan Kamil yang secara resmi mendaftar sebagai calon gubernur di KPUD Jakarta. Dari hasil survei yang membandingkan Anies dan Ridwan Kamil secara head-to-head, Anies berpotensi menang dalam satu putaran. Sementara jika melawan Ahok, selisih suara Ridwan Kamil dengan Ahok tidak terlalu signifikan.
Selain itu, terdapat 58 persen responden yang kemungkinan memilih Ridwan Kamil, tergantung pada siapa lawannya. Dari jumlah tersebut, hanya 19 persen yang menunjukkan loyalitas penuh kepada Ridwan Kamil dan tidak akan mengalihkan dukungannya.
Di sisi lain, 42 persen responden menyatakan bahwa mereka pasti tidak akan memilih Ridwan Kamil, siapapun lawannya. “Ini menunjukkan adanya banyak swing voter yang bisa diperebutkan,” jelasnya.
Ahsan juga menambahkan bahwa pemilih Jakarta mungkin mengalami tekanan psikologis elektoral, terutama karena dua calon gubernur yang paling disukai dan paling diinginkan, Anies (39%) dan Ahok (22%), batal maju dalam Pilkada 27 November mendatang. “Oleh karena itu, kemungkinan Pilkada Jakarta akan berlangsung dalam dua putaran sangatlah besar,” tuturnya.
PSG juga mencatat, setelah pengumuman resmi pasangan RK–Suswono, Pram-Rano, dan Dharma-Kun, terdapat pergeseran suara dari pemilih Anies ke RK sebesar 47%, sedangkan pergeseran suara dari pemilih Ahok ke RK lebih tinggi, mencapai 58%. Gabungan pemilih Anies dan Ahok yang belum menentukan pilihannya tercatat sebesar 40%.
“Dari data ini, terlihat bahwa Pramono–Rano harus berhati-hati dalam merumuskan strategi mereka, terutama dalam membangun narasi, memperkuat tim kampanye, dan memastikan dukungan logistik yang tepat untuk menarik suara pemilih yang masih mengambang,” ungkap Ahsan.
Ia juga menekankan bahwa bergantung pada kampanye media sosial saja tidak akan menguntungkan pasangan Pramono–Rano, terlebih jika hanya mengandalkan figur imajinatif seperti si Doel.
Di sisi lain, Ahsan menambahkan bahwa pasangan RK–Suswono perlu lebih peka terhadap aspirasi warga Jakarta. Berdasarkan temuan survei PSG, isu tentang hunian warga masih kurang mendapat perhatian dari 1.540 responden yang terlibat dalam survei.
“Jumlah responden yang cukup besar ini menunjukkan bahwa RK–Suswono perlu lebih serius dalam mendengarkan harapan para pemilih, termasuk memperbaiki cara pandang dan penyikapan pendukung Persija,” jelasnya.
Menurut Ahsan, PSG menyimpulkan bahwa baik pasangan RK–Suswono maupun Pramono–Rano memiliki tantangan besar dalam menarik pemilih yang sebelumnya mendukung Anies dan Ahok.
“Jika salah satu dari mereka, atau bahkan Dharma Porengkun, bisa membujuk Anies untuk menjadi juru kampanye mereka, peta politik dalam Pilkada ini mungkin akan berubah secara signifikan,” tutup Ahsan.