PT Tbk () yang sempat masuk zona Rp50 alias turut menarik perhatian pelaku , termasuk mantan Direktur Utama Efek (), Hasan Zein Mahmud.

Dimana fenomena , menurut Hasan Zein, merupakan bukti empiris konkrit tentang betapa irasionalnya . Betapa ilogikalnya .

“Menjelang , saat saya mengkritik tajam berulang ulang, para venture capitalists dan konglomerasi berlomba- mendapatkan . Sebagian menyetor langsung dalam bentuk , sebagian dalam format MCB (termasuk ). Ada nama nama besar seperti SVF GT Subco dan Taobao. Saya tak menemukan nama ADIA dan INA dalam daftar pemegang versi RTI,” tutur Hasan Zein melalui lansiran Bloomberg Technoz, Kamis (20/6/).

Lebih lanjut dirinya juga menyebutkan bahwa para pemodal menyetor dengan yang berbeda beda. 

Oleh karena itu berdasarkan perkiraan Hasan Zein, para pemodal, terutama anchor investors menjelang , rata-rata menyetor di atas Rp200/

“Yang membeli dari kita tahu, menyetor Rp338 per ,” imbuhnya

Saat itu, rugi puluhan triliun. Alih-alih untung, , dalam prospektusnya kala itu, menyatakan akan tetap menderita rugi belasan triliun beberapa tahun ke depan.

tidak yakin mampu mencetak laba. juga harus melakukan private placement atau right issue berkala untuk menjaga , tetap tersedia agar roda operasi tidak mogok, berlomba- bakar duit. Mengejar pertumbuhan GTV dengan mengorbankan rentabilitas.

“Kini setelah melakukan reorientasi , melakukan redefinisi terhadap core business, melakukan restrukturisasi (saya menyebut divestasi Toped sebagai amputasi untuk memperbaiki arus kas dan memperpanjang nafas), melakukan efisiensi, mulai berusaha menggapai laba, sahamnya terus melorot.  ATL (all time low) demi ATL mengantar sahamnya di garis demarkasi,” katanya.

Hasan Zein menambahkan, kenaikan pendapatan 22%, penurunan rugi 76%, cashflow yang longgar dan ebitda yang mulai positif, sama sekali tak memiliki makna dalam menerawang usaha dalam keputusan dan dalam mekanisme tawar menawar .

“Antara dan tetap memelihara akal , saya lebih memilih yang belakangan.” ucapnya.