JakartaInsideCom – Sejumlah pengusaha Pertashop yang bergabung dalam organisasi Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng-DIY dan Ketum Perhimpunan Pertashop Merah Putih Indonesia mengadu dihadapan Komisi VII DPR RI pada Senin, 10 Juli 2023 silam bahwa usahanya banyak yang tutup atau gulung tikar.
“Usaha Pertashop tidak memperoleh keuntungan justru merugi sehingga dari 448 ada 201 yang rugi dan tutup serta terancam asetnya disita karena modal dari bank,” ujar salah satu perwakilan.
Pengamat Energi Ali Ahmudi membeberkan tidak hanya di Jateng dan DIY tapi di kejadian tutupnya program pemerintah ini terjadi merata di Indonesia sesuai prediksinya.
“Bangkrut dan gulung tikarnya pengusaha Pertashop bukan hanya di Jawa Tengah. Dari dulu saat saya hampir ikut terjun di bisnis itu, saya sudah memprediksikan bahwa jika aturan main dan fakta lapangan seperti yang ada sekarang, maka cepat atau lambat Pertashop akan bertumbangan dan ternyata terbukti,” ujar Ali yang juga Direktur Eksekutif CESS (Center for Energy Security Studies) kepada JakartaInsideCom pada Senin 17 Juli 2023.
Ali kemudian membeberkan 4 faktor pemicu bangkrutnya sejumlah Pertashop di Indonesia:
“Pertama, Tujuan awal Pertashop untuk memasarkan BBM non-subsidi berupa Pertamax langsung ke konsumen sebenarnya sudah bagus, namun tanpa memperhatikan kondisi empiris-psikologis pasar (konsumen kelas menengah kebawah) mayoritas pengguna motor (bisa BBM Pertalite atau Pertamax). Ketika terjadi disparitas harga yang lebar (beda harga signifikan), maka pasar di level itu akan memilih yang termurah.”
“Kedua, Adanya ketidakjelasan regulasi dan pelaksanaan di lapangan yang carut-marut membuat munculnya persaingan bisnis tidak sehat antara Pertashop (resmi program pemerintah yang dikelola Pertamina) dengan para pengecer BBM di lapangan (antaraain Pertamini, Pertabotol, dll) yang liar (tanpa aturan), bisa menjual BBM apa saja (khususnya Pertamax dan Pertalite), efisien dan efektif menjangkau konsumen di dalam gang. Akhirnya Pertashop yang menjual Pertamax hanya kebagian sisa konsumen yang makin lama tergerus.”
“Ketiga, Pertashop merupakan usaha dagang resmi yang investasinya cukup besar dan dikenai aneka kewajiban kepada negara (biaya perizinan, pajak, retribusi, dll) dan aneka pungutan dari masyarakat yang melihat nama besar Pertamina. Namun disisi lain hanya dibatasi menjual satu jenis dagangan (Pertamax) dengan harga dan margin yang dibatasi. Itu artinya Pertashop hanya mengandalkan konsumen Pertamax yang rasional dan sensitif terhadap harga. Maka tak heran jika konsumen banyak beralih ke Pertamax dan Pertalite di pinggir jalan yang dijual Pertamini atau langsung ke SPBU terdekat.”
“Keempat, Mayoritas pengusaha Pertashop mengandalkan modal dari pembiayaan bank. Dalam perjalanannya mereka harus dibebani cicilan bulanan dan bunga bank. Dengan harga Pertamax dan margin yang dipatok, serta konsumen yang tergerus karena adanya pilihan lain, maka “lonceng kematian” sudah sangat dekat bagi Pertashop.”
Ali pun meminta pemerintah untuk segera bersikap terkait kejelasan nasib para pengusaha Pertashop yang seakan hidup segan mati tak mau.
“Kita tinggal menunggu kebijakan pemerintah dan Pertamina. Mau menyelamatkan Pertashop dengan memberikan berbagai kelonggaran dan menertibkan para pengecer liar, atau membiarkan Pertashop terbunuh pelan-pelan tanpa perlawanan.” pungkasnya.***