JakartaInsideCom – Penyebutan istilah Yahudi hingga Bani Israil kerap terdengar bersamaan dengan perang Palestina dan Israel yang terus memanas akhir-akhir ini. Di sisi lain, bagaimana sebetulnya Al-Quran dan tafsir menjelaskan dan membedakan kedua istilah tersebut? Bagaimana pula asal mula keduanya identik dengan penjajahan?
Quraish Shihab, dalam ceramahnya pada kanal Youtube Bayt Al-Quran, turut memberikan penjelasan seputar pengertian Bani Israil, Yahudi, serta kaitannya dengan istilah ahlul bait, sebagaimana dijelaskan dalam perspektif Al-Quran dan tafsir.
Bani Israil merupakan sebutan yang digunakkan untuk menunjukkan orang-orang dari keturunan Nabi Yakub AS yang telah hidup sebelum zaman Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini, penggunaan istilah Bani Israil dalam Al-Quran dapat merujuk pada orang-orang baik maupun buruk.
Sementara Yahudi digunakkan untuk menunjukkan orang-orang dari keturunan Yahuda, yakni satu dari 12 anak Nabi Yakub AS, yang hidup bersamaan dengan masa Nabi Muhammad SAW. Perbedaanya dengan Bani Israil, istilah Yahudi dalam Al-Quran sudah pasti merujuk pada orang-orang buruk dan jahat.
Meski begitu, Quraish Shihab menjelaskan bahwa keturunan Yahudi dapat pula bersifat baik dan disebut menggunakkan istilah Ahlul Bait. Sebutan ini merujuk pada orang-orang penganut kitab suci (termasuk didalamnya Nasrani dan Yahudi) yang dapat bersifat baik maupun buruk.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa Yahudi menjadi kaum yang dibenci sejak dulu karena sifatnya yang angkuh, egois, dan materialistik. Hal ini menjadikan kaum Yahudi diperangi, sebagaimana masa Hitler membantai Yahudi, sehingga mereka tidak dapat bersatu dan hidup berpencar dari golongannya.
Hingga dalam sejarahnya, bergejolaknya perang dunia pertama menjadikan menteri luar negeri Inggris menjanjikan Yahudi mendapatkan tanah dan menjadi sebuah negara. Dalam perjanjian ini, Inggris menjanjikan tiga tanah untuk Yahudi, yakni Argentina, Uganda, dan Palestina.
Pilihan Yahudi kemudian jatuh kepada Palestina. Mereka kemudian mencari alasan berbasis agama untuk membenarkan penjajahan mereka disana. Dalam hal ini, Yahudi menggunakkan isi dari perjanjian lama yang mereka artikan bahwa Yahudi dijanjikan Tuhan sebuah negeri yang dulu dikuasai nabi–nabi mereka, seperti Sulaiman AS dan Daud AS.
Quraish Shihab kemudian menjelaskan bahwa pada dasarnya tanah yang dijanjikan tersebut disebutkan dalam perjanjian lama dengan istilah ardil muqaddas (tanah yang suci) dan merujuk pada pemberian Tuhan kepada orang-orang Arab dari keturunan Nabi Ibrahim AS.
Meski mengetahui hal ini, kaum Yahudi tetap bersikeras dan menyebut bahwa anak–anak Nabi Ibrahim berasal dari pernikahannya bersama seorang budak, sehingga anak–anak tersebut mengikuti status ibunya dan tidak berhak atas tanah tersebut.
Maka setelah Inggris dan sekutunya meraih kemenangan, Inggris mempersilahkan Yahudi untuk mengambil tanah Palestina. Inggris bahkan membiarkan pertumpahan terjadi antara kedua negara tersebut dibanding melakukan mediasi agar keduanya dapat hidup berdampingan. Sejak saat itulah Palestina terus terusir dari tanahnya sendiri akibat perlakuan zalim orang-orang Yahudi.