jakartainside.com – Ibukota Indonesia – Menteri Keuangan periode 2013-2014 sekaligus ekonom senior Chatib Basri menilai Indonesia masih masih hanya mampu mengatasi kondisi kemungkinan naiknya tarif minyak dunia akibat konflik di dalam tempat Gaza.
Menurut Chatib, bukanlah tidak kemungkinan besar tarif minyak dunia meningkat apabila berbagai negara–negara di dalam di Timur Tengah terlibat dengan konflik tersebut.
"Jika berbagai negara di area area Timur Tengah terlibat, suplai terganggu, maka harga jual jual minyak akan mengalami peningkatan," kata Chatib di area tempat pada kegiatan BTPN Economic Outlook 2024 pada area Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan, berdasarkan analisis atau skenario Office of Chief Economist Bank Mandiri, pemuaian Indonesia bisa jadi jadi naik hingga 4,5 persen apabila nilai tukar minyak dunia naik mencapai 146 dolar Amerika Serikat per barel, lalu memunculkan tarif substansi bakar minyak (BBM) dalam area Indonesia meningkat.
Walaupun begitu, beliau menilai hingga September 2023 ketersediaan minyak di area area Indonesia masih pada kondisi surplus sehingga pemerintah masih miliki ruang untuk mengakomodasi beban subsidi agar tidak ada kenaikan nilai jual BBM.
Chatib pun memprediksi, kondisi fiskal Indonesia akan tetap saja hanya bertahan pada defisit 2,1 persen hingga akhir 2023.
"Jadi kemungkinan besar kebijakan yang dimaksud akan dijalankan adalah menerima beban itu ke di dalam fiskal, lantaran masih ada ruang di area area di tempat defisit lalu tiada meninggal tarif BBM," ujar Chatib.
Walaupun pada berada di kondisi geopolitik yang mana digunakan tak pasti pada waktu ini, menurutnya negara–negara dalam tempat Asia pada pada waktu ini masih menjadi cahaya dari kegiatan ekonomi global, khususnya Indonesia.
Karena berdasarkan paparannya, Indonesia belum memiliki tantangan atau risiko permasalahan perekonomian yang mana tinggi. Tantangan sektor sektor ekonomi yang dimaksud yang dimaksud akan Indonesia hadapi di dalam waktu ke depan, menurutnya bersifat tantangan menengah seperti dampak dari kebijakan negara lain juga tantangan rendah seperti pilpres hingga hambatan hubungan dagang antara Amerika Serikat dan juga juga China.
"Itu sebabnya orang IMF menyatakan Indonesia menjadi bright spot, titik terang, dikarenakan tumbuhnya (ekonomi) masih di dalam di sekitar 5 persenan, sekalipun 5 persen itu belum cukup," kata Chatib.
Sumber Antara