jakartainside.com – – Banyak pelaku terhadap kerap pada awalnya merupakan korban dari perilaku serupa. Pendapat itu disampaikan oleh psikiater konselor dan juga remaja Khusus (RSKD) Duren Sawit, , Dian Widiastuti Vietara.

“Pelaku itu bisa saja merupakan korban sebelumnya,” katanya pada diskusi bertajuk “Katakan Tidak Pada ” di area , Kamis, 23 November .

Menurut Dian, transisi dari korban ke pelaku kerap kali terkait pola asuh yang tersebut otoriter, yang mana kemungkinan besar menciptakan perilaku terhadap untuk mengekspresikan ketidakpuasan atau ketidakamanan mereka. Ia menyatakan pola asuh yang digunakan diterapkan akan tercermin di perilaku pada atau pada berinteraksi di tempat bermain.

“Mungkin orang tuanya bukan peduli bahwa sebenarnya pola asuh seperti itu akan mengakibatkan permasalahan sehingga mengakibatkan pola yang disebutkan ke di juga bermain,” ujarnya.

Pola asuh permisif
Dian menyatakan pola asuh yang mana cenderung permisif juga memiliki dampak negatif bagi ketika berada di . Hal yang disebutkan dapat tercermin pada perilaku dia yang dimaksud mungkin saja kurang terkontrol atau memiliki kecenderungan mengambil kebijakan kurang bijaksana pada belajar.

“Misalnya, telah wajar kecil marah-marah, nanti kalau telah besar tak begitu lagi,” jelas alumni spesialis dari itu.

Karena itu, pola asuh permisif pada pada sebagai hal berbahaya dan juga tidak ada sanggup dianggap enteng lantaran akan merugikan teman-teman pada . Menurutnya, jikalau sudah ada menunjukkan perilaku serta ekspresi kemarahan secara ekstrem, penting bagi untuk mengenali tanda-tanda yang disebutkan sedini kemungkinan besar untuk menghindari dampak negatif ketika memasuki .

“Yang harus dipahami orang tua kalau punya . Dia orang yang tersebut sangat , pemarah, kemudian sangat impulsif dari masa kecil, coba tolong segera diintervensi sedini mungkin saja sehingga tidaklah akan mengakibatkan dampaknya pada usia nanti,” saran Dian.

Sumber Antara

by Jakarta Inside