Forum for Sustainable Resilience (GFSR) resmi dibuka bersamaan dengan Disaster Management and Civil Protection Expo & Conference (ADEXCO) ketiga di JIExpo . Acara yang diadakan pada 11-14 September ini mengusung tema “Menavigasi Ketakpastian: Memajukan Ketahanan Berkelanjutan di Tengah Perubahan ” dengan partisipasi dari berbagai , termasuk perwakilan ASEAN, , serta pelaku industri mitigasi bencana dan institusi .

Diselenggarakan oleh (BNPB) RI bekerja sama dengan SIAP SIAGA Kemitraan Australia- untuk Manajemen Risiko Bencana, forum ini menjadi ajang penting bagi berbagai pemangku kepentingan.

Acara ini mempertemukan perwakilan pemerintah, sektor swasta, dan lembaga seperti CTIS (Centre of and Innovation Studies) serta IABI (Ikatan Ahli Kebencanaan ), dengan ketahanan terhadap risiko bencana.

Mengingat Tsunami 2004 dan Pembelajaran yang Diperoleh ADEXCO pertama kali diadakan pada 2022 bersama for Disaster Risk Reduction (GPDRR) di Bali.

Edisi tahun ini membawa dari peringatan dua dekade Tsunami Samudera Hindia (IOT20), bencana yang merenggut ratusan ribu jiwa di 14 pada 26 2004.

Sesi panel bertajuk “Pembelajaran dari Tsunami Samudera Hindia: dan Prestasi” dipimpin oleh Dr. Raditya Jati, Deputi Bidang dan Strategi BNPB, yang menekankan pentingnya dalam penanggulangan bencana.

“Resiliensi bencana membutuhkan pemerintah, , dan holistik. Bencana mempengaruhi banyak aspek, mulai dari isu , , hingga ekonomi ,” kata Raditya.

Ketahanan di Era Perubahan dalam diskusi tersebut, Marco-Toscano Rivalta, Kepala UNDRR , menyoroti tiga elemen kunci untuk ketahanan berkelanjutan: tata kelola inklusif, pendanaan, dan pelokalan pengambilan keputusan.

Menurutnya, inklusivitas menjadi esensial dalam menghadapi kompleks yang terus berkembang di modern.

“Kita harus memastikan pendanaan berfokus pada pencegahan dan ketahanan baik di sektor maupun swasta,” jelas Rivalta. “Dengan dan data, kita dapat membuat keputusan yang lebih adaptif dan relevan terhadap perubahan yang terjadi.”

dari Tsunami Said Faisal, Penasihat Senior SIAP SIAGA, menyoroti penting dari rekonstruksi pasca-Tsunami .

Ia menyebutkan bahwa adaptabilitas lebih penting dari perencanaan dalam situasi krisis, dan organisasi yang mampu bertindak cepat sangat diperlukan dalam proses rehabilitasi.

Diskusi ini diharapkan menghasilkan arah multi-helix, mencakup antar-pemerintah, sektor swasta, lembaga penanggulangan bencana, institusi , dan asosiasi terkait untuk memperkuat ketahanan terhadap bencana di masa depan.