Oleh : Catur Pamungkas
Praktisi | CEO .com

– Dinamika pada Tahun 2024 ini diprediksi akan sangat tinggi terutama semenjak yang membolehkan setiap pasangan calon daerah hanya bermodalkan dukungan 7,5% suara partai bukan jumlah kursi DPRD sehingga memungkinkan partai non sekalipun jika berkumpul mencapai 7,5% akan bisa mempunyai pasangan calon sendiri. Hal ini berdampak pada potensi semakin banyaknya pasangan calon daerah yang akan muncul atau semakin meriahnya kontestasi ini.

Keputusan ini pun juga sangat berdampak pada di Daerah Khusus Jakarta yang tadinya secara peta dikuasai oleh Koalisi Maju (KIM) Plus dengan Pasangan Calon nya yakni – Suswono yang telah mengantongi dukungan dari seluruh partai kecuali berpotensi mendapatkan lawan yang cukup kuat yakni yang secara popularitas dan elektabilitas paling tinggi diantara nama – nama lain yang telah beredar dengan dukungan cukup dari saja tanpa perlu dukungan partai lain.

Dinamika terus terjadi hingga momentum akhirnya tiba yakni pengumuman pasangan calon daerah yang diusung oleh . Meskipun dalam proses awal politik Anies telah datang ke DPP dengan memakai batik merah dan celana hitam khas warna . Namun ternyata pengumuman tak sesuai yang diharapkan. Bahwa Anies batal dicalonkan meskipun sempat digadang – gadang akan diusung oleh dipasangkan dengan Karno yang merupakan Kader . Dan pada akhirnya Anies tetap gagal mendapatkan tiket untuk maju pada kontestasi Jakarta Tahun 2024 ini.

Dari kegagalan mendapatkan tiket parpol ini bisa menjadi pelajaran bagi para politisi lain. Masing-masing poin ini memiliki makna yang mendalam dalam dinamika politik dan strategi jangka panjang. Berikut penjelasannya:

1. Milikilah Kendaraan Politik

Dalam politik, memiliki kendaraan politik yang kuat dan terpercaya adalah salah satu kunci untuk . Kendaraan politik di sini mengacu pada partai politik atau koalisi yang stabil, solid, dan memiliki kapasitas untuk mendukung pencalonan seseorang. Partai politik adalah struktur formal yang memungkinkan seorang politisi untuk mencalonkan diri dalam berbagai pemilihan, mulai dari tingkat daerah hingga .

Kasus menunjukkan bahwa meskipun seseorang memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi, tanpa dukungan yang pasti dari partai politik atau tanpa memiliki partai politik sendiri, kesempatan untuk maju dalam kontestasi politik bisa hilang. Ketika Anies tidak berhasil mendapatkan dukungan dari , partai terbesar yang seharusnya bisa menjadi kendaraan politiknya, ia kehilangan peluang untuk bertarung dalam Jakarta. Ini menekankan pentingnya bagi politisi untuk tidak hanya bergantung pada dukungan dari partai politik yang ada, tetapi juga mempertimbangkan untuk atau memiliki afiliasi politik yang kuat dan mandiri.

2. Loyal lah pada Orang yang Mengangkatmu

Loyalitas dalam politik sering kali menjadi faktor penentu keberhasilan jangka panjang seorang politisi. Loyalitas ini bukan hanya soal kesetiaan , tetapi juga soal bagaimana seorang politisi menghargai dan menjaga hubungan baik dengan pihak atau individu yang telah memberikan dukungan dan kesempatan untuk maju dalam politik.

Dalam , loyalitas kepada pihak atau individu yang telah mendukungnya di masa lalu bisa jadi merupakan faktor yang dilihat oleh partai politik saat memutuskan apakah akan memberikan dukungan atau tidak. Politik adalah yang penuh dengan pertimbangan strategis, dan para pemimpin partai atau kelompok politik biasanya menghargai loyalitas sebagai salah satu faktor penting dalam memilih calon yang akan mereka usung. Kurangnya loyalitas atau kesan bahwa seseorang mudah beralih dukungan dapat merusak reputasi dan mengurangi kepercayaan dari pihak-pihak yang mungkin seharusnya menjadi pendukung utama.

3. Jangan Jumawa dengan Popularitas yang Tinggi

Popularitas memang penting dalam politik, namun popularitas saja tidak cukup untuk menjamin keberhasilan dalam sebuah kontestasi politik. Popularitas tanpa dukungan struktural yang kuat bisa menjadi rapuh dan mudah tergoyahkan. Politisi harus menyadari bahwa popularitas tinggi sering kali bersifat sementara dan sangat bergantung pada publik yang bisa berubah dengan cepat.

Kasus mengingatkan bahwa popularitas yang tinggi bukan jaminan seseorang akan diusung oleh partai politik atau memenangkan pemilihan. Meskipun Anies dikenal luas dan memiliki elektabilitas tinggi, kenyataan bahwa ia gagal mendapatkan dukungan dari menunjukkan bahwa faktor lain, seperti strategi politik, loyalitas, dan kemampuan hubungan yang kuat dengan partai-partai politik, sama pentingnya.

Jumawa dengan popularitas dapat membuat politisi lengah dan mengabaikan pentingnya basis dukungan yang lebih dalam dan lebih luas. Dalam politik yang penuh dengan dinamika dan perubahan cepat, penting bagi politisi untuk tetap rendah hati, waspada, dan terus bekerja keras untuk mempertahankan dan memperluas dukungan.

Demikian pelajaran yang bisa kita petik, dan kedepan akan menjadi tren yang harus diperhatikan bagi siapapun yang ingin berkarir di politik yang baik.