mengecam keras karena dilaporkan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap seseorang cendekiawan sekaligus aktivis pemerhati hak etnis minoritas Muslim terkemuka, Rahile Dawut.
Washington menyerukan agar Rahile Dawut segera dibebaskan. Kecaman itu dilontarkan Kementerian Luar Negeri AS tak lama setelah sebuah laporan dari kelompok hak asasi manusia (HAM) Dui Hua Foundation menyebut bahwa Rahile Dawut dihukum seumur hidup dikarenakan dinilai membahayakan keamanan Negeri Tirai Bambu.
Rahile Dawut merupakan profesor yang digunakan hal itu dikenal lantaran mendokumentasikan cerita rakyat lalu tradisi minoritas Muslim di tempat dalam wilayah Xinjiang, barat laut China. Ia diyakini telah terjadi dijalankan ditahan sejak 2017 bersama dengan 300 orang Uighur serta juga intelektual Muslim lainnya.
“[Rahile Dawut serta intelektual Uighur lainnya] telah dilakukan terjadi dipenjara secara tak adil akibat melindungi kemudian juga melestarikan budaya serta tradisi Uighur,” kata juru bicara Kemlu AS Matthew Miller dalam sebuah pernyataan.
“Hukuman seumur hidup Profesor Dawut adalah bagian dari upaya yang tersebut jelas tambahan banyak luas oleh China guna memberantas identitas juga budaya Uighur serta merusak kebebasan akademik, termasuk lewat penahanan serta penghilangan,” lanjut dia seperti dikutip CNN.
Pernyataan AS ini membunyikan kembali laporan dari kantor HAM tertinggi PBB tahun lalu yang tersebut dimaksud menunjukkan bahwa China sudah melakukan “pelanggaran HAM serius”, yang dimaksud kemungkinan menjelma sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan” bagi warga Uighur.
Laporan itu mendokumentasikan aktivitas penahanan sewenang-wenang kemudian juga diskriminatif pemerintah China dengan dalih penerapan strategi kontra-terorisme kemudian kontra-ekstremisme.
Laporan itu juga menyebut permasalahan penangkapan kemudian juga pemenjaraan para cendekiawan, seniman, hingga intelektual terkemuka dari komunitas Uighur.
Sejak dulu, pemerintah China dituding menahan tambahan dari satu jt orang Uighur juga orang-orang mayoritas Muslim lainnya untuk di dalam area tempatkan pada tempat kamp-kamp guna mendoktrinkan nilai-nilai kebudayaan China.
Kendati begitu, China membantah menghasilkan kamp-kamp semacam itu. Namun tak lama, Beijing mengaku membangun prasarana hal itu untuk dijadikan “pusat sekolah juga pelatihan kejuruan.”
Sejalan dengan itu, Negeri Tirai Bambu juga membantah melakukan pelanggaran HAM dalam kamp-kamp tersebut.
Sementara itu, tahun lalu, China bahkan mengatakan kepada tim PBB yang digunakan hal tersebut datang berkunjung bahwa kamp-kamp itu saat ini sudah ditutup. Hingga saat ini, klaim Beijing belum dapat cuma diverifikasi.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China sejauh ini mengaku tak tahu mengenai situasi yang dimaksud itu terjadi. Ia semata-mata sekali menegaskan bahwa “China adalah negara supremasi hukum.”
Sumber CNN Indonesia