JakartaInsideCom – Praktisi hukum Deolipa Yumara mengungkapkan banyaknya tambang ilegal yang beroperasi tanpa izin di Kalimantan Timur (Kaltim). Hal ini disampaikan dalam diskusi bertajuk “Menyoal Penegakan Hukum Illegal Mining di Indonesia” yang diadakan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Senin (15/7/24).
Menurut data yang diperoleh dari Deolipa Yumara Institut, ratusan tambang ilegal di Kaltim dibiarkan beroperasi tanpa ada tindakan dari pemerintah maupun penegak hukum. Advokat asal Universitas Indonesia itu menilai, penambangan ilegal ini berdampak pada berbagai aspek, termasuk kerugian negara, kerusakan lingkungan, dan konflik sosial.
Deolipa menjelaskan bahwa penambangan batubara secara ilegal ini beroperasi di antara tambang-tambang legal dan memanfaatkan pelabuhan yang juga ilegal. Ia menyoroti kebijakan negara yang tidak tegas dalam mengatasi persoalan tambang ilegal tersebut. Padahal, pemerintah dapat mempermudah izin usaha pertambangan yang berdampak positif pada pemasukan negara.
“Kondisi memprihatinkan ini belum menjadi perhatian serius pemerintah maupun pemangku kebijakan. Padahal, dampak akibat tambang ilegal menimbulkan kerugian yang besar dari berbagai aspek, terutama kerusakan lingkungan,” ujar Deolipa.
Deolipa juga menambahkan bahwa tambang-tambang ilegal di Kaltim, terutama di Kutai Kartanegara, beroperasi dengan dukungan modal dari perusahaan-perusahaan asing yang berinvestasi secara ilegal. “Mereka tidak punya modal untuk berproduksi sendiri. Pasti di belakang mereka ada perusahaan-perusahaan asing yang menginvestasikan secara ilegal,” kata Deolipa dalam diskusi dengan awak media di kawasan Tebet, Senin (15/7/24).
Deolipa mendesak agar upaya penindakan terhadap para penambang ilegal diperkuat dan dilakukan secara tegas. Ia menekankan pentingnya menangani penambangan ilegal agar kepentingan negara tidak dikorbankan untuk kepentingan pribadi.
Terakhir, Deolipa meminta pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan aparat penegak hukum, agar lebih serius mengatasi masalah ini.