JakartaInsideCom – Terungkapnya praktik kasus korupsi Pertamina berupa pengoplosan BBM di PT Pertamina Patra Niaga menjadi bukti lemahnya pengawasan distribusi energi.
Andi Aditya, praktisi Ekotrans (Ekonomi dan Transparansi), menegaskan bahwa negara harus bertanggung jawab atas kerugian konsumen dan dampak ekonomi yang ditimbulkan.
Menurut Andi, dalam teori ekonomi, kepercayaan adalah aset penting. BBM bukan sekadar komoditas, tetapi juga faktor yang menopang stabilitas harga barang dan daya beli masyarakat. Negara harus menjamin bahwa masyarakat mendapatkan BBM berkualitas sesuai harga yang dibayarkan.
“Konsumen membayar Pertamax untuk kualitas tinggi, tetapi justru menerima produk oplosan. Ini adalah bentuk kerugian ekonomi yang harus ditanggung negara sebagai pengawas regulasi energi,” tegas Andi.
Selain itu, negara harus memastikan bahwa BBM yang ber-subsidi tidak disalahgunakan juga. Kebocoran akibat praktik manipulasi ini berisiko merugikan keuangan negara dan menciptakan distorsi dalam pengelolaan anggaran energi.
Kasus ini juga berpotensi menaikkan harga barang dan jasa. Jika kepercayaan terhadap Pertamina menurun, sektor transportasi dan logistik akan terdampak, yang akhirnya dapat memicu inflasi dan melemahkan daya beli masyarakat.
Andi mendesak pemerintah untuk melakukan audit distribusi BBM di pertamina, mengumumkan hasilnya secara transparan, serta memberikan kompensasi kepada konsumen yang dirugikan. Sanksi tegas juga harus diberikan kepada pelaku guna mencegah kasus serupa di masa depan.
“Kasus ini adalah ujian bagi pemerintah dalam melindungi hak konsumen dan menjaga stabilitas ekonomi. Jika tidak ada tindakan nyata, kepercayaan terhadap sistem energi dan subsidi akan semakin menurun,” tutup Andi.