JakartainsideCom – Shopee PayLater menjadi solusi belanja instan yang semakin populer, namun apakah layanan ini sesuai dengan prinsip-prinsip Islam?
Dalam pandangan syariah, penggunaan PayLater bisa mempermudah, namun juga berisiko menambah beban finansial jika tidak dikelola dengan bijak.
Layanan ini memungkinkan pengguna untuk membeli barang atau jasa tanpa membayar langsung, namun dengan kewajiban melunasi hutang pada jangka waktu tertentu.
Shopee, salah satu platform e-commerce terbesar di Indonesia, juga menawarkan layanan ini melalui fitur Shopee PayLater.
Namun, seiring dengan kemudahan yang ditawarkan, muncullah pertanyaan mengenai apakah transaksi menggunakan PayLater ini sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
PayLater: Memudahkan atau Memperburuk Kondisi Keuangan?
Layanan PayLater memang memberikan kemudahan bagi pengguna, terutama untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak atau keinginan yang belum dapat dipenuhi dengan dana yang ada.
Bahkan, beberapa platform sering kali menawarkan potongan harga atau diskon besar-besaran untuk transaksi menggunakan PayLater, seakan memberikan “dorongan” agar konsumen menggunakan layanan tersebut.
Namun, di balik kemudahan ini, ada potensi risiko yang perlu diperhatikan, yaitu risiko terjadinya utang yang menumpuk jika tidak dikelola dengan baik.
Sebagian besar platform yang menawarkan layanan PayLater juga menetapkan bunga atau biaya tambahan yang harus dibayar oleh pengguna jika tidak melunasi tagihan tepat waktu.
Hal inilah yang menimbulkan pertanyaan mengenai apakah sistem ini sesuai dengan hukum Islam, terutama dalam hal transaksi yang melibatkan bunga atau tambahan biaya yang bersifat riba.
Pandangan Islam tentang Sistem PayLater
Dikutip dari YouTube Al-Bahjah TV, Minggu (16/2/2025), Buya Yahya menjelaskan bahwa sistem transaksi PayLater diperbolehkan dalam Islam jika ada kesepakatan yang jelas mengenai jumlah nominal yang harus dibayar.
Penambahan biaya yang tidak disepakati sebelumnya akan menjadikan transaksi tersebut tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Buya Yahya menjelaskan bahwa jika suatu transaksi mengandung tambahan biaya atau bunga yang harus dibayar setelah jangka waktu tertentu, maka hal itu akan menjadi haram atau riba.
Riba sendiri dalam Islam dilarang keras karena dapat merugikan salah satu pihak dan menyebabkan ketidakadilan.
Misalnya, jika seseorang membeli barang dengan sistem PayLater dan disepakati harga barang yang dibayar lunas pada waktu yang telah ditentukan, namun di tengah jalan terjadi penambahan harga atau bunga karena keterlambatan pembayaran, maka transaksi tersebut akan dianggap riba.