JakartaInsideCom – Sidang sengketa pembatalan hak asuh anak dengan nomor perkara Pdt 509 kembali digelar di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin (25/11).
Pada agenda kali ini, pihak penggugat menghadirkan dua saksi ahli untuk memperkuat argumen hukum mereka.
Kuasa hukum penggugat, Erles Rareral, S.H., M.H., menegaskan pentingnya kehadiran saksi ahli dalam memberikan analisis objektif berdasarkan fakta dan hukum yang berlaku.
“Kami telah menghadirkan saksi ahli yang kompeten untuk membantu majelis hakim melihat kebenaran secara lebih objektif,” ujar Erles kepada awak media.
Saksi ahli pertama, Elizabeth, seorang psikiater, menyoroti pentingnya peran ibu dalam hak asuh anak.
Ia menyatakan bahwa meskipun ibu sering dianggap sebagai pihak utama dalam pengasuhan anak, syarat kesehatan fisik, mental, dan finansial tetap menjadi penentu utama.
“Ibu memiliki peran signifikan dalam perkembangan emosional anak, tetapi hak asuh hanya dapat diberikan jika syarat-syarat tersebut terpenuhi,” jelas Elizabeth.
Sementara itu, saksi ahli kedua, Reza Indragiri Amriel, seorang konsultan di Yayasan Lentera Anak, menyampaikan bahwa Indonesia belum memiliki panduan baku dalam menentukan hak asuh anak.
“Keputusan sering bergantung pada intuisi hakim, yang berisiko menempatkan anak dalam situasi tidak ideal,” ungkapnya.
Reza juga menekankan pentingnya prinsip the best interest of the child, yang mengutamakan pengasuhan bersama antara kedua orang tua.
“Kedua pihak memiliki kekuatan masing-masing yang bisa saling melengkapi, bahkan setelah perceraian,” tambahnya.
Dalam kesaksiannya, Reza mengungkap kekosongan hukum terkait pengasuhan anak, termasuk minimnya sanksi bagi orang tua yang menutup akses kepada orang tua lainnya.
Ia mengusulkan agar majelis hakim memerintahkan kedua pihak untuk menyusun rencana pengasuhan masing-masing sebagai dasar evaluasi objektif.
Erles Rareral berharap keterangan para saksi ahli dapat menjadi pertimbangan penting bagi majelis hakim.
“Dengan pengetahuan yang konkret dari saksi ahli, saya optimis hak asuh anak dapat diberikan kepada Pak Hasan,” ujarnya.
Sidang berikutnya dijadwalkan berlangsung pada 1 Desember 2024, dengan agenda lanjutan untuk mendengarkan keterangan pihak terkait.
Erles berharap proses persidangan berjalan lancar dan menghasilkan keputusan yang terbaik demi kepentingan anak.
Sidang ini menjadi perhatian publik karena menyangkut isu fundamental tentang hak asuh anak pasca-perceraian, dengan harapan bahwa keputusan yang diambil dapat menjadi preseden positif bagi perkembangan hukum di Indonesia.