Donald resmi mencabut status bebas Universitas Harvard, memicu gelombang kecaman dari komunitas akademik dan hak asasi sipil.

Langkah dramatis ini diumumkan hanya sehari setelah menyatakan niatnya di platform Truth Social miliknya, menyebut Harvard sebagai “lelucon” yang menurutnya telah mengajarkan “kebencian dan kebodohan”.

Dikutip dari AFP, CNN, dan Washington Post, otoritas federal, Internal Revenue Service (IRS), tengah menyiapkan rencana eksekusi pencabutan tersebut.

Tidak sampai di situ, juga telah membekukan lebih dari dua miliar dana federal yang selama ini menopang berbagai riset dan masyarakat di Harvard, termasuk penelitian penting dalam bidang HIV/AIDS di Harvard T.H. Chan School of Public Health.

Langkah tersebut muncul setelah Harvard secara terbuka menolak tuntutan panjang Gedung Putih yang menurut para pengamat bertujuan membungkam kebebasan akademik dan membatasi keragaman .

Dalam pernyataan resmi yang dikirimkan kepada CBS News, Harvard Alan M. Garber menegaskan bahwa universitas tidak akan menyerahkan independensinya atau melepas hak konstitusionalnya demi mempertahankan pendanaan.

“Kami akan terus mematuhi hukum dan berharap melakukan hal yang sama,” tegas Garber dalam surat yang ditujukan kepada komunitas .

Garber juga menambahkan bahwa tidak ada —siapa pun partainya— yang berhak menentukan siapa yang boleh kami terima, apa yang boleh kami ajarkan, atau riset apa yang layak kami jalankan.

Sebelumnya, perseteruan ini berawal dari daftar tuntutan yang diajukan . Di antaranya: melarang penerimaan berdasarkan ras atau asal negara, membatasi penerimaan asing yang dianggap memusuhi nilai-nilai , menghentikan keragaman dan (DEI), serta menindak keras aksi-aksi protes di .

Selain itu, Harvard untuk menyerahkan laporan rinci mengenai aktivitas “ilegal dan kekerasan” oleh asing. Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) memperingatkan bahwa jika Harvard gagal memenuhi permintaan itu, universitas tersebut bisa kehilangan hak menerima internasional. Saat ini, lebih dari 6.700 asing sedang menempuh di Harvard.

Aksi protes pun pecah di Harvard di Cambridge, Massachusetts. Pada hari Kamis, puluhan berkumpul di tangga Perpustakaan Widener untuk menyatakan penolakan terhadap tekanan dari federal.

Selebaran protes menyebut bahwa “kita harus berjuang” demi perlindungan internasional.

Namun ketegangan ini belum menunjukkan tanda akan mereda. mengirimkan daftar tuntutan lanjutan yang lebih rinci. Termasuk di dalamnya desakan agar Harvard mencabut pengakuan terhadap kelompok pro-, mereformasi penerimaan untuk menyaring mereka yang “mendukung terorisme dan anti-Semitisme”, serta mengeluarkan yang terlibat dalam protes tahun lalu di Harvard Business School.

Tak hanya , para dan staf akademik pun turut menjadi sasaran. meminta agar kekuasaan mereka dibatasi—terutama bagi mereka yang dianggap lebih condong ke arah aktivisme dibanding akademisi.

Selain itu, Gedung Putih meminta agar Harvard menunjuk pemimpin kampus yang bersedia melaksanakan kebijakan serta menyerahkan laporan triwulanan mulai Juni 2025 sebagai bukti kepatuhan.

Kritik keras terhadap langkah berdatangan dari berbagai kalangan, baik di dalam maupun luar negeri.

Banyak yang melihat tindakan ini sebagai preseden berbahaya terhadap kebebasan akademik dan otonomi lembaga tinggi.

Bagi Harvard, pertarungan ini bukan sekadar atau dana federal, melainkan pertarungan prinsip mengenai hak untuk berdiri bebas dari campur tangan kekuasaan politik.